Ketika kamu melakukan proses transisi dari SMA ke perguruan tinggi, maka pikiran kamu pasti akan diisi dengan berbagai saran dan informasi ...
Ketika kamu melakukan proses transisi dari SMA ke perguruan tinggi, maka pikiran kamu pasti akan diisi dengan berbagai saran dan informasi dari orang tua, guru, pembimbing, perekrut dan teman-temanmu. Beberapa saran yang kamu dapatkan akan menjadi saran yang tepat, tetapi kamu juga akan menemukan banyak mitos yang populer. Mitos-mitos tersebut akan memberi kamu informasi yang salah tentang apa sebenarnya yang dimaksud dengan perguruan tinggi itu.
Mitos 1: Studi di kampus hanya dilakukan selama 4 tahun
Salah satu mitos yang paling populer, yang dikatakan kepada siswa adalah bahwa studi di perguruan tinggi hanya dilakukan selama 4 tahun saja untuk mendapatkan gelar sarjana. Hal tersebut mungkin benar di beberapa konteks sebelumnya, tetapi itu jelas tidak akan pernah terjadi lagi. Bahkan pada tataran faktanya, kurang dari 40% mahasiswa lulus dalam waktu 4 tahun dan 58% nya lulus setelah 6 tahun. Data statistik untuk gelar 2 tahun asosiasi di komunitas perguruan tinggipun tidak jauh berbeda. Lalu, ada juga sekelompok besar mahasiswa yang tidak pernah menyelesaikan kuliah sama sekali.
Mitos 2: Memilih jurusan secara bijak
Ketika kamu masih berada pada pendidikan di SMA, kamu mulai merasakan tekanan untuk memutuskan ingin menjadi seperti apa di kehidupan ini. Faktor penentu pertama dalam karir kamu mendatang adalah jurusan perkuliahan kamu - atau sebagaimana kamu diberitahu. Namun pada kenyataannya, hanya 27% dari lulusan perguruan tinggi berakhir dengan pekerjaan yang berhubungan dengan jurusan mereka. Saya ingat bahwa saya pernah berbicara dengan seorang karyawan yang bekerja di divisi pemasaran universitas yang terkenal. Dia bilang bahwa dirinya mendapat gelar di bidang keuangan, tetapi akhirnya bekerja di bidang pemasaran yang sebenarnya bukanlah studinya.
Dalam beberapa industri tertentu, apa yang menjadi jurusan kamu di perguruan tinggi tidak lagi diperdulikan. Memang sebagian besar insinyur tidak mendapatkan gelar di bidang filsafat yang itu bukanlah objek kajian di perkuliahannya. Tetapi bagi sebagian lulusan perguruan tinggi, terdapat perbedaan antara jurusan yang mereka pilih di perguruan tinggi mereka dan industri dimana mereka bekerja.
Moral dari cerita yang sudah disampaikan sebelumnya adalah bahwa jurusan yang kamu pilih di perguruan tinggi tidak menentukan hasil dari karir yang nantinya akan kamu lakukan. Jadi jangan terlalu membebani kamu dengan terlalu pusing memikirkan jurusan yang paling cocok dengan karakter dirimu.
Mitos 3: Kamu akan mampu untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus
Nah, mitos ini mungkin adalah hal yang benar secara parsial. Kamu memang bisa mendapatkan pekerjaan setelah lulus dari perguruan tinggi, tapi mungkin kamu akan memperoleh posisi yang sebenarnya bisa didapatkan tanpa gelar apapun. Saya tidak ingin ‘melemparkan bayangan gelap’ bagi gelar kesarjanaan, jadi saya akan mencatat bahwa tingkat pengangguran untuk lulusan perguruan tinggi adalah setengah dari dari lulusan SMA. Tapi, intinya adalah bahwa banyak lulusan perguruan tinggi sebenarnya menganggur.
Pengangguran biasanya merupakan hasil dari ketidakmampuan untuk menemukan pekerjaan dalam bidang yang kamu tekuni dan kemudian meraih pekerjaan apa pun yang kamu bisa dapatkan. Misalnya, kamu mungkin telah lulus dengan gelar di bidang akuntansi, tetapi satu-satunya pekerjaan yang bisa didapat temukan adalah asisten pencatatan administrasi dan posisi sebagai teller bank. Keduanya sebenarnya memang pekerjaan yang layak, tapi tidak memerlukan gelar kesarjanaan.
Ada beberapa hal yang dapat kamu lakukan saat berada di perguruan tinggi untuk membantu meningkatkan kesempatanmu mendapatkan pekerjaan bergaji tinggi setelah lulus, seperti jaringan dan melakukan magang untuk mendapatkan pengalaman. Tapi, jangan sampai kaget jika kamu tidak menjadi apa-apa setelah selesai kuliah.
Mitos 4: Nilai itu bukan segalanya
Jelas bahwa nilai memang penting supaya kamu dapat melewati kelasmu dan lulus, tetapi dalam skema besar dari hal ini, para pengusaha tidak akan benar-benar peduli ketika kamu memiliki IPK 4,0. Maksud saya, sekedar pengetahuan bahwa George W. Bush hanya memiliki nilai IPK 2.35 di Yale, tetapi akhirnya ia dapat menjadi Presiden Amerika Serikat, bahkan selama 2 kali periode.
Di luar kepuasan pribadi dan sikap membanggakan diri, nilai-nilai yang kamu dapatkan di perguruan tinggi tidak akan mempengaruhi masa depan kamu sebanding dengan orang yang mengatakan padamu, bahwa mereka akan menjadi apa di masa mendatang. Sangat sedikit (jika memang ada) pengusaha yang akan meminta dirimu untuk memperlihatkan transkip nilaimu atau bahkan peduli dengan berapa besar nilai IPK kamu. Jadi bertentangan dengan apa yang mungkin kamu pikirkan, dunia tidak akan berakhir jika kamu mendapatkan nilai C dalam perkuliahanmu.
Jika George W. Bush bisa menjadi Presiden negara adidaya dengan kekuatan yang besar hanya dengan nilai C dan D saja, maka saya tidak berpikir bahwa kamu perlu terobsesi untuk mendapatkan nilai A dalam kelas yang kamu ikuti.