Halo, sobat berkuliah.com! Kali ini berkuliah.com kembali lagi untuk menyajikan berbagai kisah inspiratif dari pengalaman para mahasiswa da...
Halo, sobat berkuliah.com! Kali ini berkuliah.com kembali lagi untuk menyajikan berbagai kisah inspiratif dari pengalaman para mahasiswa dan teman kita asal Indonesia yang menjalani studi mereka di luar negeri, khususnya berikut ini cerita dari Australia. Siapakah dia? Mari simak ulasannya berikut ini.
Halo, Dimitri. Supaya bisa lebih kenal, bisakah diceritakan tentang profil diri kamu? Apa alasan yang membuat kamu memilih Australia sebagai negara tujuan studi kamu?
Perkenalkan, nama saya Dimitri Josephine. Saya sekarang sedang menjalani tahun kedua semester kedua di Queensland University of Technology (QUT), dan mengambil Bachelor of Business majoring di Marketing dan Human Resources Management.
Dulu waktu tahun 2011 ketika lulus SMA, saya langsung masuk ke Bina Nusantara International (BINUS) yang di ada Senayan (Jakarta), mengambil jurusan Marketing. Setelah setahun (2 semester) kuliah, saya kemudian pindah ke Aussie.
Tapi, karena beberapa alasan, saya tidak jadi ke Australia, dan orangtua saya menyarankan untuk ke Boston, US mengambil English Course yang cuma 4 bulan (September, 2012). Karena dari sana, katanya bisa dibantu untuk masuk ke Boston University (BU). Tapi, ketika di sana saya sendiri ternyata merasa kurang nyaman karena kejauhan dari Indonesia, dan sayapun bilang kepada orangtua tidak mau mengambil kuliah di Amerika. Akhirnya, saya kemudian pulang ke Indonesia (Januari 2013), apply lagi ke QUT, test IELTS, dan berangkat ke Australia Juli 2013.
Bisa diceritakan sedikit tentang kampus kamu di Queensland University of Technology (QUT)?
Kampus QUT terbagi menjadi 3 lokasi: Gardes Point, Kelvin Grove, Caboolture. Saya sendiri kuliah di kampus yang lokasinya ada di Brisbane City (Gardens Point). Kampus saya sendiri lebih fokus ke major business (kalau di Jakarta mungkin seperti Prasetya Mulya).
Fasilitasnya cukup lengkap, ada gym, food court, bar, perpustakaan. Lahan kampusnya cukup besar, jadi kalau pindah kelas kita sering pindah-pindah gedung juga.
Yang saya suka dari universitas di Aussie, metode pembelajarannya dibagi 2, yaitu: tutor dan lecture. Kalau lecture adalah kelas besar untuk membahas materi per minggu, sedangkan tutor merupakan kelas kecil dan biasanya fungsinya untuk menjelaskan soal assignment dan membahas ulang point-point di lecture yang masih kurang dimengerti oleh mahasiswa.
Bisa dijelaskan mengenai jurusan yang kamu ambil di Australia? Apa saja yang dipelajari, dan mungkin bisa ditambahkan 3 jurusan favorit di kampus?
Saya sekarang mengambil 2 jurusan: Marketing dan Human Resources Management. Yang dipelajari sebenarnya tidak jauh berbeda dengan materi yang ada di kampus Binus. Hanya saja, dosen di sini lebih terstruktur dalam menjelaskan pelajarannya. Assignment nya susah banget, tapi benar-benar membangun dan memaksa kita untuk mengerti dengan semua materinya, tidak seperti di Indonesia menurut saya yang dosennya bisa diakali sama muridnya sendiri.
Dan jurusan yang paling diminati dan popular di kampus saya yaitu Engineering dan Information System (IT).
Saat menjalani kuliah, kendala apa yang kamu ditemui pada jurusanmu, dan bagaimana cara mengatasinya?
Saya sering mengalami kendala dalam mengerjakan assignment. Sebenarnya tidak susah, hanya saja sering ada requirement word count nya. Belum lama ini saya habis mengerjakan assignment 2500 words dan itu bobotnya 50%. Selain itu, saya juga punya kendala mengerjakan quiz, yang terkadang pertanyaan dan jawabannya tidak ada di buku atau lecture slide, jadi harus menggunakan logika sendiri.
Bagaimana karakter dosen dan teman-teman asli Australia, baik di dalam dan di luar kelas?
Menurut saya, orang Australia memang pada dasarnya cenderung individual dan cuek, ignorance dengan sekitar. Beda ketika saya di Amerika, orang-orangnya ramah dengan orang baru, dan tidak terlalu individual. Tapi semuanya baik, hanya saja terkadang suka rasis, karena kita (orang Indonesia) kan cenderung mother tounge nya bukan bahasa Inggris, jadi sering mengalami kesulitan kalau berkomunikasi dengan mereka.
Apakah Dimi kuliah dengan beasiswa, atau biaya pribadi? Jika biaya pribadi, kira-kira berapa biaya yang dibutuhkan per semester?
Saya kuliah dengan biaya pribadi, per subject kira-kira AUD$2.700-3.000 an. Semester ini, saya membayar sekitar AUD$12.000 an untuk 4 subject.
Bagaiman dengan biaya hidup di sana? Mulai dari konsumsi, tempat tinggal, dan transportasi?
Biaya hidup di Australia cukup mahal, Indomie goreng 1 bungkus AUD$0.95 = Rp 10.000. Satu porsi makan rata2 AUD$ 6 – 10. Jadi, ya bisa dibilang cukup mahal. Saya tinggal di apartement di city, jadi kalau ke kampus jalan sekitar 15-20 menit.
Apa kamu punya referensi, di mana kita bisa tinggal dengan biaya yang cukup ringan dan tempat-tempat belanja yang sesuai dengan kantong mahasiswa Indonesia?
Untuk tempat tinggal, saran saya tinggalnya di Suburb, karena kalau di city bisanya jauh lebih mahal. Bisa menggunakan bus atau naik train ke kampus.
Untuk belanja, saran saya ke supermarket Asia, karena kalau ke supermarket Aussie seperti Coles atau Woolworths itu agak signifikan beda harganya. Kalo makan enak di Chinatown, karena makanannya juga tidak berbeda jauh dengan selera dan lidahnya orang Indonesia, dan harganya biasanya lebih murah daripada restoran di city.
Apakah Dimi aktif di PPI? Jika ia, adakah manfaat yang paling terlihat bagi kehidupan Dimi selama di Australia?
Aku tidak aktif di PPI, tapi saat ini saya menjabat sebagai sekretaris di ORMAS (organisasi masyarakat) Indonesia di kampus saya, namanya ISAQ (Indonesian Student Association of QUT), dan sebagai bendahara di Pesta Rakyat 2014. Pesta Rakyat itu sendiri adalah acara orang Indonesia yang terbesar di Brisbane, dan diadakan setiap tahun.
Manfaatnya, ya bisa menambah banyak teman dan saya menjadi punya media untuk menyalurkan ilmu-ilmu yang aku dapatkan dari belajar di kampus.
Terakhir nih, adakah tips spesial dari Dimi untuk teman-teman yang ingin kuliah di Australia, apa saja yang harus dipersiapkan jauh-jauh hari?
Tips dari saya, kalau buat anak-anak yang dulunya suka malas-malasan, ketika sampai di Autralia lebih baik cara belajarnya diubah, karena kuliah di sini tidak semudah di Indonesia. Untuk kebutuhan sehari-hari, siapkan stok bumbu masakan, Indomie, Energen, apapun dari Indonesia ketika berangkat ke sini. Bukan karena di Aussie tidak ada, tapi karena harganya mahal.
Sebelum berangkat, cari ormas Indonesia di kampus, PPIA, atau teman di kota tersebut supaya ketika datang setidaknya ada yang menemani sampai kita bisa familiar dengan kondisi kota dan lingkungan di Australia.
Baiklah, demikian ulasan hasil interview yang berhasil diliput oleh tim berkuliah.com bersama Dimitri Josephine, mahasiswi Indonesia yang saat ini menjalani studi kuliahnya di Australia. Menarik, bukan? Dan jangan lupa, simak selalu informasi dari berkuliah.com. Salam sukses!