Salah satu maestro sastra Indonesia dan juga guru besar Universitas Gadjah Mada, Profesor C. Soebakdi Soemanto (lebih dikenal dengan nama sa...
Salah satu maestro sastra Indonesia dan juga guru besar Universitas Gadjah Mada, Profesor C. Soebakdi Soemanto (lebih dikenal dengan nama sapaan "Bakdi Soemanto", meninggal dunia di usia 74 tahun pada tanggal 11 Oktober 2014 di Yogyakarta. Selain kiprahnya di bidang akademis, beliau pun dikenal karena karya-karya sastra dan tulisan-tulisannya. Sajak-sajaknya dimuat di berbagai media. Kontribusinya di dunia sastra Indonesia juga diabadikan dalam karya-karya besar seperti Angan-Angan Budaya Jawa: Analisis Semiotik Pengakuan Pariyem, Dari Kartu Natal ke Doktor Plimin, serta Godot di Amerika dan Indonesia.
Sebagai generasi muda, apa yang bisa kita pelajari dari Bakdi Soemanto? Berikut uraiannya:
Dedikasi yang luar biasa untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia
Sebagai profesor Sastra Universitas Gadjah Mada, Bakdi Soemanto memiliki peranan yang sangat besar dalam membimbing sarjana-sarjana sastra di seluruh penjuru Indonesia. Beliau pernah mengajar di IKIP Sanata Darma (1971-1979), Akademi Kewanitaan Yogyakarta (1976-1979), Akademi Bahasa Asing Kumendaman Yogyakarta (1979-1982), Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Solo (1979-1982) dan Oberlin College dan Northern Illinois University, AS (1986-1987). Setelah pensiun sebagai pengajar, beliau juga masih aktif masih memberi bimbingan thesis dan disertasi di Pasca Sarjana UGM, ISI Sala, UMS Sala, dan KBI Sanata Darma.
Kecintaannya pada dunia jurnalisme
Bakdi Soemanto adalah sosok yang sangat dikenal sebagai salah satu penulis Indonesia paling berkualitas di media massa. Beliau sempat menjadi redaktur Basis (1965-1967), Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Tengah (1966-1969), Peraba (1971-1976), dan Semangat (1975-1979). Di usianya yang sudah cukup lanjut, Profesor Bakdi Soemanto juga masih aktif menulis di surat kabar, salah satunya di rubrik Glenak-Glenik di surat Kabar Kedaulatan Rakyat.
Kecintaannya pada surat kabar Indonesia tercermin dari perilaku sederhananya, di mana beliau selalu membawa oleh-oleh berupa koran Kompas setiap kali berkunjung ke rumah putri bungsunya (Kompas, 28 Juni 2010). Beliau sendiri bertutur, ”Kebetulan anak saya ini tidak berlangganan koran sejak tinggal di rumah sendiri. Jadi, saya bawakan Kompas supaya tetap tahu apa yang terjadi di seluruh Indonesia.”
Totalitasnya di dunia sastra
Profesor Bakdi Soemanto sudah melahirkan berbagai banyak puisi, novel, esai, dan karya-karya ilmiah yang sangat berbobot. Selain karya-karya yang disebutkan di bagian awal artikel, sajak-sajaknya juga dimuat dalam Linus Suryadi AG, Tugu, dan Tonggak 3. Di samping itu, beliau juga sangat aktif menerjemahkan berbagai buku-buku berbahasa asing.
Selamat beristirahat dengan tenang, Profesor Bakdi Soemanto. Kami, generasi muda Indonesia, sangat berterimakasih atas karya-karyamu yang sangat inspiratif.
Sebagai generasi muda, apa yang bisa kita pelajari dari Bakdi Soemanto? Berikut uraiannya:
Dedikasi yang luar biasa untuk memajukan dunia pendidikan Indonesia
Sebagai profesor Sastra Universitas Gadjah Mada, Bakdi Soemanto memiliki peranan yang sangat besar dalam membimbing sarjana-sarjana sastra di seluruh penjuru Indonesia. Beliau pernah mengajar di IKIP Sanata Darma (1971-1979), Akademi Kewanitaan Yogyakarta (1976-1979), Akademi Bahasa Asing Kumendaman Yogyakarta (1979-1982), Fakultas Sastra Universitas Sebelas Maret Solo (1979-1982) dan Oberlin College dan Northern Illinois University, AS (1986-1987). Setelah pensiun sebagai pengajar, beliau juga masih aktif masih memberi bimbingan thesis dan disertasi di Pasca Sarjana UGM, ISI Sala, UMS Sala, dan KBI Sanata Darma.
Kecintaannya pada dunia jurnalisme
Bakdi Soemanto adalah sosok yang sangat dikenal sebagai salah satu penulis Indonesia paling berkualitas di media massa. Beliau sempat menjadi redaktur Basis (1965-1967), Mahasiswa Indonesia edisi Jawa Tengah (1966-1969), Peraba (1971-1976), dan Semangat (1975-1979). Di usianya yang sudah cukup lanjut, Profesor Bakdi Soemanto juga masih aktif menulis di surat kabar, salah satunya di rubrik Glenak-Glenik di surat Kabar Kedaulatan Rakyat.
Kecintaannya pada surat kabar Indonesia tercermin dari perilaku sederhananya, di mana beliau selalu membawa oleh-oleh berupa koran Kompas setiap kali berkunjung ke rumah putri bungsunya (Kompas, 28 Juni 2010). Beliau sendiri bertutur, ”Kebetulan anak saya ini tidak berlangganan koran sejak tinggal di rumah sendiri. Jadi, saya bawakan Kompas supaya tetap tahu apa yang terjadi di seluruh Indonesia.”
Totalitasnya di dunia sastra
Bakdi Soemanto, foto via Tembi.net |
Profesor Bakdi Soemanto sudah melahirkan berbagai banyak puisi, novel, esai, dan karya-karya ilmiah yang sangat berbobot. Selain karya-karya yang disebutkan di bagian awal artikel, sajak-sajaknya juga dimuat dalam Linus Suryadi AG, Tugu, dan Tonggak 3. Di samping itu, beliau juga sangat aktif menerjemahkan berbagai buku-buku berbahasa asing.
Selamat beristirahat dengan tenang, Profesor Bakdi Soemanto. Kami, generasi muda Indonesia, sangat berterimakasih atas karya-karyamu yang sangat inspiratif.