This is My Profile Perkenalkan nama saya Ferry, Pujakesuma tulen atau Putra Jawa Kelahiran Sumatera. Lahir, besar dan menetap di Pangka...
This is My Profile
Perkenalkan nama saya Ferry, Pujakesuma tulen atau Putra Jawa Kelahiran Sumatera. Lahir, besar dan menetap di Pangkalansusu, Medan, lalu melanjutkan pendidikan S1 di salah satu kampus negeri di Ibukota tercinta, Jakarta. Saat ini masih berstatus mahasiswa akhir (semoga) yang tengah berjibaku dengan tugas akhir berupa sebuah scriptsweet, (baca; skripsi).
Pre Departure
Pengalaman yang saya bagikan disini merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga bagi saya pribadi dan berharap dapat juga menginspirasi teman-teman pembaca yang luar biasa. Pada pertengahan tahun 2014 lalu sekitar bulan Juli-Agustus saya mengikuti Sekolah Musim Panas atau nama bekennya Summer School ke negeri 2 Benua, Turki. Summer School yang saya ikuti ini merupakan program beasiswa tahunan dari salah satu Kementerian Republik Turki di bidang Komunitas dan Sahabat Luar Negeri serta sebuah Institusi yang bergerak dalam bidang Bahasa dan Kebudayaan Turki (Yunus Emre Enstitüsü), yang disalurkan melalui Kedutaan Besar Turki di Jakarta.
Ini merupakan kali ketiga saya mencoba beasiswa ini setelah sebelumnya hanya mendapat email penolakan dan penolakan lagi. Memang pada percobaan pertama dan kedua saya seperti hanya iseng-iseng dan tidak yakin akan berhasil. Namun, berbeda pada kesempatan ketiga ini, saya benar-benar mencermati pertanyaan essay dan mengoreksi tiap jawaban dari hari ke hari hingga minggu ke minggu, seperti tips yang pernah diberikan oleh dosen saya. Pengumpulan form aplikasi saya kumpulkan seminggu sebelum deadline, tidak seperti biasanya yang serba mendadak. Kali ini juga entah mengapa saya begitu yakin dan percaya diri kalau saya harus lolos, tentunya dengan terus selalu berdoa agar diberikan pilihan yang terbaik.
Pengumuman hasil disampaikan melalui email dan ya hasilnya saya terpilih untuk mengikuti Turkish Summer School 2014 dengan kota tujuan Edirne dan Istanbul dan durasi selama 1,5 bulan. Namun sayang, lagi-lagi rasa bimbang itu datang saat mengetahui bahwa pihak penyelenggara beasiswa hanya menanggung akomodasi dan biaya hidup selama di Turki serta uang saku senilai 500 TL, sementara tiket pesawat PP Jakarta-Istanbul harus ditanggung oleh partisipan, waktu yang diberikan pun lumayan singkat yaitu hanya dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan. Mencari sponsor pun saya lakukan mulai dari maskapai penerbangan hingga mengarah ke pihak kampus, namun hasilnya nihil karena deadline tanggal yang diberikan sangan mepet.
Akhirnya saya ingat bahwa kampus saya menyelenggarakan penghargaaan untuk mahasiswa berprestasi tiap tahunnya dari berbagai bidang, salah satunya adalah berpartisispasi di Forum Internasional. Setelah pertimbangan yang matang saya harus merogoh kocek sendiri dulu alias beasiswa orangtua sembari berharap mendapat jatah dari kampus setelah program selesai. Dalam waktu 3 hari saya berkeliling Jakarta untuk mencari harga tiket terbaik (baca; termurah) sembari mengurus visa yang lumayan menegangkan dan juga harus mendapat izin dari pihak ICRC Jakarta selaku tempat saya magang. Tiga hari berjibaku itu berbuah manis, tiket didapat, visa ditangan dan izin magang dari ICRC diberikan walaupun berat hati ini karena sudah tanda tangan kontrak kerja selama 3 bulan kedepan.
Singkat cerita, hari H keberangkatan itu pun tiba. Tantangan datang lagi, saya tidak memiliki teman untuk menjemput saya sewaktu tiba di Bandara Istanbul. Saya sudah berusaha menghubungi teman saya di Turki namun semuanya berhalangan. Sebenarnya panitia telah menyediakan penjemputan di Bandara, namun kedatangan saya telat 1 hari dari program yang telah ditentukan, maka dari itu saya harus datang sendiri ke kota tujuan saya Edirne, yang jauhnya 3 jam dari Istanbul. Saya sudah pasrah untuk tersesat setiba di bandara karena keterbatasan bahasa, selain itu jarang sekali kita bisa menemukan orang Turki yang bisa berbahasa Inggris.
Beruntungnya saya, 15 menit sebelum pesawat lepas landas dari Soekarno-Hatta pada pukul 4 pagi, saya mendapat WA dari mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Turki, Tamtu namanya. Dia memperkenalkan diri dan juga menjelaskan bahwa dia bersedia membantu saya saat tiba di Bandara Istanbul, usut punya usut ternyata teman saya yang berhalangan, memintanya untuk menemani saya.
On Arrival
Setelah penerbangan selama 13 jam ditambah waktu transit di Doha selama 5 jam, akhirnya saya tiba di bandara Istanbul pada jam 6 sore waktu Istanbul. Bertemu dengan Tamtu yang telah bersedia menunggu saya dan langsung mengantar saya ke Pusat Terminal Bus di Istanbul untuk mencari bus ke arah kota tujuan saya. Mulai dari sini lagi saya harus sendiri menuju kota Edirne dan berpasrah diri lagi jika tersesat. Namun lagi-lagi memang selalu ada jalan. Ternyata teman duduk di bus sebelah saya bisa berbahasa Inggris dengan sangat baik, pantas saja dia merupakan koordinator untuk program pertukaran pelajar Erasmus Mundus di kampusnya, Trakya Üniversitesi, yang juga nantinya menjadi kampus saya untuk belajar bahasa Turki.
Setelah lama mengobrol, saya akhirnya meminta bantuannya untuk menghubungi koordinator program saya untuk penjemputan di Terminal Bus Edirne, karena pada saat itu kartu HP yang saya beli di bandara tadi masih belum aktif sebab membutuhkan waktu 4 jam untuk proses aktivasi, dan Alhamdulillah semua berjalan lancar.
Summer School Activities
Turkish Summer School tahun ini diikuti oleh lebih dari 300 partisipan dari seluruh belahan negara di dunia. Saya merupakan satu-satunya partisipan dari Indonesia yang mungkin juga Asia Tenggara, karena saya tidak menemukan orang yang berasal dari Asia Tenggara sama sekali. Dari 300-an lebih partisipan ini dibagi ke beberapa kota besar di Turki selama satu bulan satu minggu lalu dikumpulkan di Istanbul selama satu minggu bersamaan dengan program penutupan. Kebetulan saya mendapat kota Edrine dengan jumlah partisipan sebanyak 20 orang. Kota ini merupakan kota terluar Turki yang berbatasan langsung dengan Eropa (Yunani dan Bulgaria) yang jaraknya hanya 5 menit dari Pusat Kota. Kota ini merupakan salah satu kota paling bersejarah di Turki karena merupakan ibukota kedua Kesultanan Utsmani sebelum penaklukan Istanbul dan juga merupakan kota kelahiran Mehmet Sultan Fatih ‘Sang Penakluk’, yang terkenal dengan jargonnya “Edirne…Kotanya Sultan, Sultannya Kota”.
Selama di Edirne, saya tinggal di hotel milik Rektorat kampus. Kegiatan harian dilakukan setiap Senin hingga Jumat, diisi dengan belajar dan praktik bahasa Turki dari pagi hingga siang hari, dan sore harinya disisi dengan program kunjungan ke beberapa tempat menarik di Edirne atau terkadang silaturahmi ke pemerintahan kota Edirne mulai dari Gubernur, Bupati, DPRD, dan beberapa institusi pemerintahan terkait, serta beberapa host family untuk merasakan tinggal dan berbuka puasa ala Turki. Sedangkan setiap Sabtu dan Minggu dipergunakan untuk piknik dan mengunjungi tempat terfavorit yang lokasinya berdekatan dengan Edirne. Yang paling menyenangkan adalah saat mengikuti kelas teater, dimana kita bisa mempelajari budaya Turki, mulai dari tarian, musik, dan permainan tradisional Turki serta beberapa kali mengikuti prosesi pernikahan ala Turki, yang penuh dengan tarian dan musik, seru!
Kekeluargaan diantara sesama partisipan dan koordinator pun juga sangat hangat. Hampir setiap minggu kita mengadakan pesta entah itu ada salah satu partisipan yang berulang tahun ataupun tidak, selalu saja kita menghabiskan waktu bersama hingga larut malam, mendengarkan musik berbagai negara dan menari bersama serta saling belajar kebudayaan antar partisipan.
Setelah genap seluruh kegiatan di Edirne, kita bertolak ke Istanbul untuk menghadiri acara penutupan. Tinggal di asrama kampus İstanbul Teknik Üniversitesi yang terkenal dengan pemandangannya yang menggugah ke arah Jembatan selat Bosphorus. Sebelum hari H penutupan, seluruh partisipan dari berbagai kota penempatan mengunjungi seluruh tempat bersejarah dan penting di Istanbul seperti Blue Mosque, Aya Sofia, Kepulauan Princes, Basilica, Taman Emirgan, Miniatürk, serta Museum Panorama 1453. Saat acara penutupan tiba, seluruh peserta dari berbagai kota menunjukkan tarian Turki yang telah mereka pelajari selama berada di kota penempatan dan saling unjuk gigi. Bahagia bercampur haru, saat hari terakhir karena satu per satu peserta harus berpamitan dan menuju bandara untuk kembali ke negara asalnya. Seluruh partisipan saling berpelukan dan menangis sejadi-jadinya, seakan semua kebersamaan sirna begitu saja, untuk itu kita semua saling berjanji jika suatu saat nanti harus bertemu kembali, walau itu entah kapan dan dimana.
Single Explorer On Duty
Kegiatan ini telah berakhir namun tanggal yang tertera di tiket pesawat saya masih menyisakan tiga hari lagi untuk menikmati kota Istanbul, sementara akomodasi yang ditanggung panitia telah berakhir, artinya saya membutuhkan tempat untuk tinggal. Beberapa teman Turki yang baru dikenal menawarkan untuk tinggal di asrama kampusnya namun saya berpikir ingin juga mengunjungi KJRI di Istanbul, secara kan anak HI. Dengan kebimbangan ini akhirnya saya hanya meninggalkan barang-barang saya di asrama teman yang baru itu berlandaskan kepercayaan dan hanya membawa diri ini menuju KJRI Istanbul.
Bermodalkan bahasa yang telah didapat selama kursus ini saya benar-benar berpetualang sendiri disini, setelah beberapa kali berganti bus dan bertanya kesana-sini akhirnya saya sampai kepada alamat yang dituju yaitu KJRI Istanbul, setelah sebelumnya saya sempat singgah juga ke IHH (salah satu NGO Turki yang bergerak dalam bidang kemanusiaan) untuk melakukan riset kecil-kecilan untuk tugas akhir skripsi saya. Sesampainya di KJRI saya disambut ramah oleh mbak resepsionisnya.
Pada awalnya saya tidak ingin menginap karena hanya ingin berjalan-jalan disekitar KJRI sembari mengunjungi salah satu mesjid terkenal yaitu Eyüp Camii, namun karena asiknya berjalan membuat saya hingga lupa waktu. Karena terlalu sore akhirnya salah satu petugas KJRI meminta saya untuk menginap disana, karena kebetulan ada kamar yang kosong dan langsung saja tanpa ragu saya mengiyakan permintaan beliau, gratis pula. Karena pada saat itu hari weekend, KJRI terasa sepi hanya beberapa pertugas saja yang ada. Waktu tiga hari ini juga saya habiskan sebagai single traveler di kota Istanbul sekaligus membeli oleh-oleh khas Turki untuk keluarga dan sahabat di Indonesia. Hingga hari H kepulangan saya di antar oleh salah satu petugas ke stasiun kereta untuk selanjutnya langsung menuju bandara. Perjalanan 13 jam Istanbul-Jakarta saya tempuh dengan tambahan waktu transit di Doha sekitar 10 jam, dan akhirnya saya sampai di Indonesia dengan selamat, Alhamdulillah.
Post Programme
Pasca pengalaman mengikuti program Turkish Summer School 2014 ini membuka cakrawala mata saya akan hausnya ilmu pengetahuan bahwa gelar Strata satu saja tidak cukup, sehingga menjadikan motivasi bagi diri ini untuk menuntut ilmu ke jenjang yang setinggi-tingginya. Pasca program ini juga membuat saya menjadi sharing narasumber bagi mereka yang tertarik dan berniat untuk mengikuti pengalaman saya ini, baik itu melalui social media, ataupun hanya sekedar diminta bercerita. Yang tak kalah penting adalah ketika terpilihnya saya menjadi salah satu Mahasiswa Berprestasi 2014 di kampus tercinta setelah mengikuti program ini dan tentunya juga didukung oleh prestasi lainnya. Dengan ini juga lengkaplah biaya tiket PP Jakarta-Istanbul untuk program ini terbantu oleh dana pembinaan Mapres tersebut, thanks to UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku kampus saya untuk apresiasinya.
Ditulis di Ciputat,
Senin, 23 November 2014
02.25 WIB
Oleh: Ferry Wirawan
Perkenalkan nama saya Ferry, Pujakesuma tulen atau Putra Jawa Kelahiran Sumatera. Lahir, besar dan menetap di Pangkalansusu, Medan, lalu melanjutkan pendidikan S1 di salah satu kampus negeri di Ibukota tercinta, Jakarta. Saat ini masih berstatus mahasiswa akhir (semoga) yang tengah berjibaku dengan tugas akhir berupa sebuah scriptsweet, (baca; skripsi).
Pre Departure
Pengalaman yang saya bagikan disini merupakan sebuah pengalaman yang sangat berharga bagi saya pribadi dan berharap dapat juga menginspirasi teman-teman pembaca yang luar biasa. Pada pertengahan tahun 2014 lalu sekitar bulan Juli-Agustus saya mengikuti Sekolah Musim Panas atau nama bekennya Summer School ke negeri 2 Benua, Turki. Summer School yang saya ikuti ini merupakan program beasiswa tahunan dari salah satu Kementerian Republik Turki di bidang Komunitas dan Sahabat Luar Negeri serta sebuah Institusi yang bergerak dalam bidang Bahasa dan Kebudayaan Turki (Yunus Emre Enstitüsü), yang disalurkan melalui Kedutaan Besar Turki di Jakarta.
Ini merupakan kali ketiga saya mencoba beasiswa ini setelah sebelumnya hanya mendapat email penolakan dan penolakan lagi. Memang pada percobaan pertama dan kedua saya seperti hanya iseng-iseng dan tidak yakin akan berhasil. Namun, berbeda pada kesempatan ketiga ini, saya benar-benar mencermati pertanyaan essay dan mengoreksi tiap jawaban dari hari ke hari hingga minggu ke minggu, seperti tips yang pernah diberikan oleh dosen saya. Pengumpulan form aplikasi saya kumpulkan seminggu sebelum deadline, tidak seperti biasanya yang serba mendadak. Kali ini juga entah mengapa saya begitu yakin dan percaya diri kalau saya harus lolos, tentunya dengan terus selalu berdoa agar diberikan pilihan yang terbaik.
Keyakinan yang kuat akan membawa kita pada apa yang kita yakini, maka yakinilah.
Pengumuman hasil disampaikan melalui email dan ya hasilnya saya terpilih untuk mengikuti Turkish Summer School 2014 dengan kota tujuan Edirne dan Istanbul dan durasi selama 1,5 bulan. Namun sayang, lagi-lagi rasa bimbang itu datang saat mengetahui bahwa pihak penyelenggara beasiswa hanya menanggung akomodasi dan biaya hidup selama di Turki serta uang saku senilai 500 TL, sementara tiket pesawat PP Jakarta-Istanbul harus ditanggung oleh partisipan, waktu yang diberikan pun lumayan singkat yaitu hanya dalam kurun waktu kurang dari 1 bulan. Mencari sponsor pun saya lakukan mulai dari maskapai penerbangan hingga mengarah ke pihak kampus, namun hasilnya nihil karena deadline tanggal yang diberikan sangan mepet.
Akhirnya saya ingat bahwa kampus saya menyelenggarakan penghargaaan untuk mahasiswa berprestasi tiap tahunnya dari berbagai bidang, salah satunya adalah berpartisispasi di Forum Internasional. Setelah pertimbangan yang matang saya harus merogoh kocek sendiri dulu alias beasiswa orangtua sembari berharap mendapat jatah dari kampus setelah program selesai. Dalam waktu 3 hari saya berkeliling Jakarta untuk mencari harga tiket terbaik (baca; termurah) sembari mengurus visa yang lumayan menegangkan dan juga harus mendapat izin dari pihak ICRC Jakarta selaku tempat saya magang. Tiga hari berjibaku itu berbuah manis, tiket didapat, visa ditangan dan izin magang dari ICRC diberikan walaupun berat hati ini karena sudah tanda tangan kontrak kerja selama 3 bulan kedepan.
Menentukan pilihan itu sulit, tapi akan menjadi lebih sulit jika kita tidak menentukan pilihan sama sekali.
Singkat cerita, hari H keberangkatan itu pun tiba. Tantangan datang lagi, saya tidak memiliki teman untuk menjemput saya sewaktu tiba di Bandara Istanbul. Saya sudah berusaha menghubungi teman saya di Turki namun semuanya berhalangan. Sebenarnya panitia telah menyediakan penjemputan di Bandara, namun kedatangan saya telat 1 hari dari program yang telah ditentukan, maka dari itu saya harus datang sendiri ke kota tujuan saya Edirne, yang jauhnya 3 jam dari Istanbul. Saya sudah pasrah untuk tersesat setiba di bandara karena keterbatasan bahasa, selain itu jarang sekali kita bisa menemukan orang Turki yang bisa berbahasa Inggris.
Beruntungnya saya, 15 menit sebelum pesawat lepas landas dari Soekarno-Hatta pada pukul 4 pagi, saya mendapat WA dari mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Turki, Tamtu namanya. Dia memperkenalkan diri dan juga menjelaskan bahwa dia bersedia membantu saya saat tiba di Bandara Istanbul, usut punya usut ternyata teman saya yang berhalangan, memintanya untuk menemani saya.
Ingat! Selalu ada jalan, seperti judul bukunya pak SBY.
On Arrival
Setelah penerbangan selama 13 jam ditambah waktu transit di Doha selama 5 jam, akhirnya saya tiba di bandara Istanbul pada jam 6 sore waktu Istanbul. Bertemu dengan Tamtu yang telah bersedia menunggu saya dan langsung mengantar saya ke Pusat Terminal Bus di Istanbul untuk mencari bus ke arah kota tujuan saya. Mulai dari sini lagi saya harus sendiri menuju kota Edirne dan berpasrah diri lagi jika tersesat. Namun lagi-lagi memang selalu ada jalan. Ternyata teman duduk di bus sebelah saya bisa berbahasa Inggris dengan sangat baik, pantas saja dia merupakan koordinator untuk program pertukaran pelajar Erasmus Mundus di kampusnya, Trakya Üniversitesi, yang juga nantinya menjadi kampus saya untuk belajar bahasa Turki.
Setelah lama mengobrol, saya akhirnya meminta bantuannya untuk menghubungi koordinator program saya untuk penjemputan di Terminal Bus Edirne, karena pada saat itu kartu HP yang saya beli di bandara tadi masih belum aktif sebab membutuhkan waktu 4 jam untuk proses aktivasi, dan Alhamdulillah semua berjalan lancar.
Berbaik hatilah kepada setiap orang, karena kita tidak tahu kebaikan melalui siapa yang akan menolong kita di saat sulit.
Summer School Activities
Turkish Summer School tahun ini diikuti oleh lebih dari 300 partisipan dari seluruh belahan negara di dunia. Saya merupakan satu-satunya partisipan dari Indonesia yang mungkin juga Asia Tenggara, karena saya tidak menemukan orang yang berasal dari Asia Tenggara sama sekali. Dari 300-an lebih partisipan ini dibagi ke beberapa kota besar di Turki selama satu bulan satu minggu lalu dikumpulkan di Istanbul selama satu minggu bersamaan dengan program penutupan. Kebetulan saya mendapat kota Edrine dengan jumlah partisipan sebanyak 20 orang. Kota ini merupakan kota terluar Turki yang berbatasan langsung dengan Eropa (Yunani dan Bulgaria) yang jaraknya hanya 5 menit dari Pusat Kota. Kota ini merupakan salah satu kota paling bersejarah di Turki karena merupakan ibukota kedua Kesultanan Utsmani sebelum penaklukan Istanbul dan juga merupakan kota kelahiran Mehmet Sultan Fatih ‘Sang Penakluk’, yang terkenal dengan jargonnya “Edirne…Kotanya Sultan, Sultannya Kota”.
Selama di Edirne, saya tinggal di hotel milik Rektorat kampus. Kegiatan harian dilakukan setiap Senin hingga Jumat, diisi dengan belajar dan praktik bahasa Turki dari pagi hingga siang hari, dan sore harinya disisi dengan program kunjungan ke beberapa tempat menarik di Edirne atau terkadang silaturahmi ke pemerintahan kota Edirne mulai dari Gubernur, Bupati, DPRD, dan beberapa institusi pemerintahan terkait, serta beberapa host family untuk merasakan tinggal dan berbuka puasa ala Turki. Sedangkan setiap Sabtu dan Minggu dipergunakan untuk piknik dan mengunjungi tempat terfavorit yang lokasinya berdekatan dengan Edirne. Yang paling menyenangkan adalah saat mengikuti kelas teater, dimana kita bisa mempelajari budaya Turki, mulai dari tarian, musik, dan permainan tradisional Turki serta beberapa kali mengikuti prosesi pernikahan ala Turki, yang penuh dengan tarian dan musik, seru!
Explore, dream, discover – Mark Twain.
Kekeluargaan diantara sesama partisipan dan koordinator pun juga sangat hangat. Hampir setiap minggu kita mengadakan pesta entah itu ada salah satu partisipan yang berulang tahun ataupun tidak, selalu saja kita menghabiskan waktu bersama hingga larut malam, mendengarkan musik berbagai negara dan menari bersama serta saling belajar kebudayaan antar partisipan.
Setelah genap seluruh kegiatan di Edirne, kita bertolak ke Istanbul untuk menghadiri acara penutupan. Tinggal di asrama kampus İstanbul Teknik Üniversitesi yang terkenal dengan pemandangannya yang menggugah ke arah Jembatan selat Bosphorus. Sebelum hari H penutupan, seluruh partisipan dari berbagai kota penempatan mengunjungi seluruh tempat bersejarah dan penting di Istanbul seperti Blue Mosque, Aya Sofia, Kepulauan Princes, Basilica, Taman Emirgan, Miniatürk, serta Museum Panorama 1453. Saat acara penutupan tiba, seluruh peserta dari berbagai kota menunjukkan tarian Turki yang telah mereka pelajari selama berada di kota penempatan dan saling unjuk gigi. Bahagia bercampur haru, saat hari terakhir karena satu per satu peserta harus berpamitan dan menuju bandara untuk kembali ke negara asalnya. Seluruh partisipan saling berpelukan dan menangis sejadi-jadinya, seakan semua kebersamaan sirna begitu saja, untuk itu kita semua saling berjanji jika suatu saat nanti harus bertemu kembali, walau itu entah kapan dan dimana.
Pesan: jika dunia ini merupakan sebuah negara, maka ibukotanya adalah Istanbul – Napoleon Bonaparte.
Single Explorer On Duty
Kegiatan ini telah berakhir namun tanggal yang tertera di tiket pesawat saya masih menyisakan tiga hari lagi untuk menikmati kota Istanbul, sementara akomodasi yang ditanggung panitia telah berakhir, artinya saya membutuhkan tempat untuk tinggal. Beberapa teman Turki yang baru dikenal menawarkan untuk tinggal di asrama kampusnya namun saya berpikir ingin juga mengunjungi KJRI di Istanbul, secara kan anak HI. Dengan kebimbangan ini akhirnya saya hanya meninggalkan barang-barang saya di asrama teman yang baru itu berlandaskan kepercayaan dan hanya membawa diri ini menuju KJRI Istanbul.
Bermodalkan bahasa yang telah didapat selama kursus ini saya benar-benar berpetualang sendiri disini, setelah beberapa kali berganti bus dan bertanya kesana-sini akhirnya saya sampai kepada alamat yang dituju yaitu KJRI Istanbul, setelah sebelumnya saya sempat singgah juga ke IHH (salah satu NGO Turki yang bergerak dalam bidang kemanusiaan) untuk melakukan riset kecil-kecilan untuk tugas akhir skripsi saya. Sesampainya di KJRI saya disambut ramah oleh mbak resepsionisnya.
Pada awalnya saya tidak ingin menginap karena hanya ingin berjalan-jalan disekitar KJRI sembari mengunjungi salah satu mesjid terkenal yaitu Eyüp Camii, namun karena asiknya berjalan membuat saya hingga lupa waktu. Karena terlalu sore akhirnya salah satu petugas KJRI meminta saya untuk menginap disana, karena kebetulan ada kamar yang kosong dan langsung saja tanpa ragu saya mengiyakan permintaan beliau, gratis pula. Karena pada saat itu hari weekend, KJRI terasa sepi hanya beberapa pertugas saja yang ada. Waktu tiga hari ini juga saya habiskan sebagai single traveler di kota Istanbul sekaligus membeli oleh-oleh khas Turki untuk keluarga dan sahabat di Indonesia. Hingga hari H kepulangan saya di antar oleh salah satu petugas ke stasiun kereta untuk selanjutnya langsung menuju bandara. Perjalanan 13 jam Istanbul-Jakarta saya tempuh dengan tambahan waktu transit di Doha sekitar 10 jam, dan akhirnya saya sampai di Indonesia dengan selamat, Alhamdulillah.
Post Programme
Pasca pengalaman mengikuti program Turkish Summer School 2014 ini membuka cakrawala mata saya akan hausnya ilmu pengetahuan bahwa gelar Strata satu saja tidak cukup, sehingga menjadikan motivasi bagi diri ini untuk menuntut ilmu ke jenjang yang setinggi-tingginya. Pasca program ini juga membuat saya menjadi sharing narasumber bagi mereka yang tertarik dan berniat untuk mengikuti pengalaman saya ini, baik itu melalui social media, ataupun hanya sekedar diminta bercerita. Yang tak kalah penting adalah ketika terpilihnya saya menjadi salah satu Mahasiswa Berprestasi 2014 di kampus tercinta setelah mengikuti program ini dan tentunya juga didukung oleh prestasi lainnya. Dengan ini juga lengkaplah biaya tiket PP Jakarta-Istanbul untuk program ini terbantu oleh dana pembinaan Mapres tersebut, thanks to UIN Syarif Hidayatullah Jakarta selaku kampus saya untuk apresiasinya.
“Mari berani bermimpi…”
Akhir kata, semoga tulisan ini bisa menjadi inspirasi untuk teman-teman sekalian dan begitu juga saya. Aferin!
Ditulis di Ciputat,
Senin, 23 November 2014
02.25 WIB
Oleh: Ferry Wirawan