Bertahun-tahun lamanya saya memikirkan mengapa negara kita berbeda dengan negara-negara maju seperti Inggris , Amerika , atau jerman. Apa si...
Bertahun-tahun lamanya saya memikirkan mengapa negara kita berbeda dengan negara-negara maju seperti Inggris , Amerika , atau jerman. Apa sih yang membedakan kita dengan mereka sehingga mereka menjadi negara yang maju sedangkan kita tidak? Bagaimana masyarakatnya? Bagaimana kebiasaannya? Hingga suatu hari saya memutuskan bahwa untuk mendapatkan jawabannya saya harus ke salah satu negara maju yang ada di dunia. Dengan begitu saya bisa belajar langsung dari sana dan mengambil hal yang positif untuk saya bawa pulang untuk kemajuan negeri tercinta. Itulah Kemudian yang membuat saya memutuskan untuk mencari pertukaran pelajar keluar negeri.
Akhirnya saya di terima dalam global youth ambassador program yang di adakan oleh suatu organisasi bernama AIESEC. Sedangkan negara yang saya dapatkan adalah polandia dengan proyek mengenalkan Indonesia kepada anak-anak di suatu kota disana.
Perjuangan saya dimulai dengan mencari dana untuk memberangkatkan saya kesana. Saya “menjajakan” proposal saya di tiga kota yaitu Bandung , Jakarta , dan serang serta di kampung halaman. Menjelaskan dan mempersentasikan tentang niat baik saya keluar negeri kepada instansi pemerintahan , kementrian , perusahaan nasional hingga ke peternakan ayam di kampung saya. Itu semua demi menerbangkan saya ke benua impian, Eropa. Akhirnya setelah tiga bulan dana yang saya butuhkan terpenuhi dan siap berangkat ke Eropa.
Kegiatan ini dilaksanakan di kota Wroclaw (baca :vrostwaf). Sebuah kota yang terkenal dengan patung-patung kecil yang jumlahnya ratusan yang di beri nama Dwarf. Hanya berjarak 4 jam dari ibu kota Republik Ceko , Praha. Saya memilih Polandia karena dari sekian banyak list Negara yang terbuka untuk pertukaran pelajar, Polandia adalah Negara yang paling maju dibandingkan Negara yang lain. Negara ini juga lebih baik dibandingkan dengan Indonesia jika melihat dari segi ekonominya, keteraturan kotanya, sistem transportasi dan beberapa hal penting lainnya.
Tugas utama saya disana adalah mengenalkan Indonesia baik dari segi budaya, bahasa ataupun kondisi negaranya. Pengenalan tentang Indonesia saya lakukan di banyak kesempatan seperti pada saat perayaan natal sekolah. Saya memainkan angklung dan membawakan tiga buah lagu dengan menggunakan angklung kepada para penonton yang di hadiri oleh pelajar dan orang tua murid. Apresiasi yang sangat besar di berikan para hadirin pada alat yang saya mainkan hari itu, si bamboo bernyanyi, angklung.
Di acara Global Village saya memperkenalkan makanan khas Indonesia kepada para peserta exchange dari Negara lain. Dalam kesempatan itu juga memperkenalkan pakaian adat badui serta aksesoris khas Indonesia. Dikesempatan lain saya memberikan tutorial cara memainkan angklung kepada peserta exchange. Pernah pula menjadi dirijen permainan angklung yang dilakukan oleh orang tua murid. Di lain hari saya juga membuat masakan khas Indonesia untuk house family tempat saya menginap selama di Polandia.
Dalam keseharian di kelas, saya bagi kegiatan pengenalan dalam beberapa hari yang terbagi kedalam beberapa pelajaran seperti Bahasa Indonesia, permainan tradisional Indonesia, alat musik khas Indonesia, kesenian wayang Indonesia, dan video tentang Indonesia. Sehingga dalam 5 minggu saya dapat mengunjungi 5 kelas yang berbeda untuk menyampaikan materi-materi tersebut.
Budaya dan kuliner Polandia yang sangat berbeda juga secara otomatis saya dapatkan baik dari pengenalan secara formal atau dalam kegiatan sehari-hari. Setiap harinya selalu menarik karena selalu menemukan hal-hal yang baru dan memperkaya wawasan. Kadang kala yang menurut budaya timur baik belum tentu suatu hal yang baik untuk budaya barat dan begitu juga sebaliknya. Saling menghargai dan menghormati perbedaanlah yang pada akhrnya bisa membuat kita bisa menerima semuanya.
Setiap akhir pekan adalah saat yang tepat untuk mengunjungi kota atau negara terdekat dari kota yang kita tinggali. Selama lima minggu menetap di Wroclaw setiap weekend-nya saya menyempatkan diri untuk bisa mengunjungi kota-kota seperti Berlin, Dresden, dan Praha. Pelajaran yang saya dapatkan dari kunjungan singkat ke negara lain adalah bahwa meskipun jaraknya dekat tetapi perbedaan sangat kontras terlihat setiap mengunjungi negara dan kota yang berbeda seperti perbedaan Bahasa, mata uang dan kualitas kota serta keteraturan masyarakatnya.
Ditengah program saya mendapat libur Natal dan tahun baru selama dua minggu. Kesempatan ini saya pergunakan untuk liburan ke kota Wina Austria dan tinggal bersama warga lokal. Dikota ini saya menapaki jejak-jejak Islam yang di ceritakan dalam buku 99 Cahaya di Langit Eropa. Mulai dari mengunjungi museum kota Wina hingga naik ke puncak bukit Kahlenberg. Keindahan dan kekayaan kota ini membuat saya merasa nyaman dan betah. Belum lagi menemukan teman-teman baru dari Indonesia yang hangat dan bersahabat.
Di Wina terdapat masjid orang Indonesia yang biasa di gunakan untuk tempat berkumpul dan belajar bersama yang di bernama Masjid As-Salam. Hal yang terbaik yang saya temukan dari kota ini adalah sistem transportasinya yang begitu nyaman dan tepat waktu, kebersihan kotanya yang sangat terjaga, tingkat keamanan kota yang baik meski bagi perempuan di malam hari. Setelah 5 hari saya di Wina saya berlanjut mengunjungi kota-kota lain di Polandia seperti Krakow, Warsawa, Torun, Gdansk, Malbork, Oswiciem, dan Sopot. Dikota-kota Polandia ini juga membuat saya sadar bahwa Polandia adalah sebuah Negara yang kaya akan sejarah namun juga menjadi Negara yang sering mendapatkan imbas akibat perang Negara-negara adidaya di sekitarnya. Polandia juga merupakan Negara yang sangat menghargai para tokoh-tokoh besar negaranya seperti Nicholas Copernicus dan Chopin.
Setelah program selesai akhirnya saya pergi mengunjungi kota impian saya yaitu Milan di Italia untuk menyaksikan pertandingan sepak bola yang saya idam-idamkan sejak kecil. 1 Februari 2014 adalah hari besar dalam hidup saya karena bisa mencapai Milan dan menyaksikan tim dan pemain favorit secara langsung. Sungguh sebuah mimpi yang telah menjadi kenyataan.
Dari Milan, dengan dana yang tersisa saya menyempatkan diri melihat Gondala di Venice dan Menara Miring di Pisa, menyelusuri kota padat penduduk di Firenze dan peninggalan sejarah di Roma, menyaksikan tinggi dan gagahnya menara Eiffel di Paris dan lucunya Manneken Pis di Brussels, menapaki desa yang tenang dan indah di Brugge, dan melihak aktifitas kota mahasiswa di Ghent. Semua itu melengkapi perjalanan singkat saya selama di Eropa yang tidak akan terlupakan. Semoga saya selalu bisa mengambil hal-hal baik yang didapatkan dari benua biru ini dan mencoba menerapkan dan membaginya di negeri tercinta.
Oleh: Yusuf Yuda Prawira
Akhirnya saya di terima dalam global youth ambassador program yang di adakan oleh suatu organisasi bernama AIESEC. Sedangkan negara yang saya dapatkan adalah polandia dengan proyek mengenalkan Indonesia kepada anak-anak di suatu kota disana.
Gambar 1. Duomo Cathedral, Milan
Perjuangan saya dimulai dengan mencari dana untuk memberangkatkan saya kesana. Saya “menjajakan” proposal saya di tiga kota yaitu Bandung , Jakarta , dan serang serta di kampung halaman. Menjelaskan dan mempersentasikan tentang niat baik saya keluar negeri kepada instansi pemerintahan , kementrian , perusahaan nasional hingga ke peternakan ayam di kampung saya. Itu semua demi menerbangkan saya ke benua impian, Eropa. Akhirnya setelah tiga bulan dana yang saya butuhkan terpenuhi dan siap berangkat ke Eropa.
Kegiatan ini dilaksanakan di kota Wroclaw (baca :vrostwaf). Sebuah kota yang terkenal dengan patung-patung kecil yang jumlahnya ratusan yang di beri nama Dwarf. Hanya berjarak 4 jam dari ibu kota Republik Ceko , Praha. Saya memilih Polandia karena dari sekian banyak list Negara yang terbuka untuk pertukaran pelajar, Polandia adalah Negara yang paling maju dibandingkan Negara yang lain. Negara ini juga lebih baik dibandingkan dengan Indonesia jika melihat dari segi ekonominya, keteraturan kotanya, sistem transportasi dan beberapa hal penting lainnya.
Tugas utama saya disana adalah mengenalkan Indonesia baik dari segi budaya, bahasa ataupun kondisi negaranya. Pengenalan tentang Indonesia saya lakukan di banyak kesempatan seperti pada saat perayaan natal sekolah. Saya memainkan angklung dan membawakan tiga buah lagu dengan menggunakan angklung kepada para penonton yang di hadiri oleh pelajar dan orang tua murid. Apresiasi yang sangat besar di berikan para hadirin pada alat yang saya mainkan hari itu, si bamboo bernyanyi, angklung.
Di acara Global Village saya memperkenalkan makanan khas Indonesia kepada para peserta exchange dari Negara lain. Dalam kesempatan itu juga memperkenalkan pakaian adat badui serta aksesoris khas Indonesia. Dikesempatan lain saya memberikan tutorial cara memainkan angklung kepada peserta exchange. Pernah pula menjadi dirijen permainan angklung yang dilakukan oleh orang tua murid. Di lain hari saya juga membuat masakan khas Indonesia untuk house family tempat saya menginap selama di Polandia.
Gambar 2. memainkan angklung di pentas seni sekolah
Dalam keseharian di kelas, saya bagi kegiatan pengenalan dalam beberapa hari yang terbagi kedalam beberapa pelajaran seperti Bahasa Indonesia, permainan tradisional Indonesia, alat musik khas Indonesia, kesenian wayang Indonesia, dan video tentang Indonesia. Sehingga dalam 5 minggu saya dapat mengunjungi 5 kelas yang berbeda untuk menyampaikan materi-materi tersebut.
Budaya dan kuliner Polandia yang sangat berbeda juga secara otomatis saya dapatkan baik dari pengenalan secara formal atau dalam kegiatan sehari-hari. Setiap harinya selalu menarik karena selalu menemukan hal-hal yang baru dan memperkaya wawasan. Kadang kala yang menurut budaya timur baik belum tentu suatu hal yang baik untuk budaya barat dan begitu juga sebaliknya. Saling menghargai dan menghormati perbedaanlah yang pada akhrnya bisa membuat kita bisa menerima semuanya.
Setiap akhir pekan adalah saat yang tepat untuk mengunjungi kota atau negara terdekat dari kota yang kita tinggali. Selama lima minggu menetap di Wroclaw setiap weekend-nya saya menyempatkan diri untuk bisa mengunjungi kota-kota seperti Berlin, Dresden, dan Praha. Pelajaran yang saya dapatkan dari kunjungan singkat ke negara lain adalah bahwa meskipun jaraknya dekat tetapi perbedaan sangat kontras terlihat setiap mengunjungi negara dan kota yang berbeda seperti perbedaan Bahasa, mata uang dan kualitas kota serta keteraturan masyarakatnya.
Gambar 3. Bermain angklung bersama orang tua siswa
Ditengah program saya mendapat libur Natal dan tahun baru selama dua minggu. Kesempatan ini saya pergunakan untuk liburan ke kota Wina Austria dan tinggal bersama warga lokal. Dikota ini saya menapaki jejak-jejak Islam yang di ceritakan dalam buku 99 Cahaya di Langit Eropa. Mulai dari mengunjungi museum kota Wina hingga naik ke puncak bukit Kahlenberg. Keindahan dan kekayaan kota ini membuat saya merasa nyaman dan betah. Belum lagi menemukan teman-teman baru dari Indonesia yang hangat dan bersahabat.
Di Wina terdapat masjid orang Indonesia yang biasa di gunakan untuk tempat berkumpul dan belajar bersama yang di bernama Masjid As-Salam. Hal yang terbaik yang saya temukan dari kota ini adalah sistem transportasinya yang begitu nyaman dan tepat waktu, kebersihan kotanya yang sangat terjaga, tingkat keamanan kota yang baik meski bagi perempuan di malam hari. Setelah 5 hari saya di Wina saya berlanjut mengunjungi kota-kota lain di Polandia seperti Krakow, Warsawa, Torun, Gdansk, Malbork, Oswiciem, dan Sopot. Dikota-kota Polandia ini juga membuat saya sadar bahwa Polandia adalah sebuah Negara yang kaya akan sejarah namun juga menjadi Negara yang sering mendapatkan imbas akibat perang Negara-negara adidaya di sekitarnya. Polandia juga merupakan Negara yang sangat menghargai para tokoh-tokoh besar negaranya seperti Nicholas Copernicus dan Chopin.
Setelah program selesai akhirnya saya pergi mengunjungi kota impian saya yaitu Milan di Italia untuk menyaksikan pertandingan sepak bola yang saya idam-idamkan sejak kecil. 1 Februari 2014 adalah hari besar dalam hidup saya karena bisa mencapai Milan dan menyaksikan tim dan pemain favorit secara langsung. Sungguh sebuah mimpi yang telah menjadi kenyataan.
Dari Milan, dengan dana yang tersisa saya menyempatkan diri melihat Gondala di Venice dan Menara Miring di Pisa, menyelusuri kota padat penduduk di Firenze dan peninggalan sejarah di Roma, menyaksikan tinggi dan gagahnya menara Eiffel di Paris dan lucunya Manneken Pis di Brussels, menapaki desa yang tenang dan indah di Brugge, dan melihak aktifitas kota mahasiswa di Ghent. Semua itu melengkapi perjalanan singkat saya selama di Eropa yang tidak akan terlupakan. Semoga saya selalu bisa mengambil hal-hal baik yang didapatkan dari benua biru ini dan mencoba menerapkan dan membaginya di negeri tercinta.
Oleh: Yusuf Yuda Prawira