Sore itu aku masih berada di ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta. Pertama kalinya aku akan naik pesawat dan sendirian. Kemana? Jawa...
Sore itu aku masih berada di ruang tunggu Bandara Soekarno Hatta. Pertama kalinya aku akan naik pesawat dan sendirian. Kemana? Jawabannya adalah Jepang. Negeri yang sudah kuimpikan sejak masih duduk di kelas X SMA. Mungkin gara-gara si Uzumaki Naruto yang membuatku memantapkan niat dan semangatku untuk menjadi Hokage, eh salah maksudnya untuk mendatangi langsung Konoha, salah lagi... maksudnya untuk menginjakkan kaki ku di Negeri Matahari Terbit.
Air Asia yang membawa saya ke Jepang! |
Tak lama pesawatku berangkat, transit selama satu jam di Bandara Kuala Lumpur (KLIA 2) dan kemudian melanjutkan perjalananku ke Jepang. Jam 10.00 pagi aku sampai di Chubu Centrair International Airport. Pelayanan yang sangat memuaskan aku temukan di sini. Awalnya aku dihantui oleh sosok imigrasi yang katanya menyeramkan, namun semuanya ternyata hanya cerita. Di sini imigrasi sangat nyaman, petugas yang bersahabat, dan ramah. Ok, keluar dari Bandara Internasional Chubu langsung aku menuju pusat kota Nagoya. Seharian ku habiskan waktu di sini sebelum aku melanjutkan perjalanan ke kota tujuan “Kyoto”. Untuk ke Kyoto aku harus naik bus dulu ke Osaka, baru baik kereta ke Kyoto. Ini rute yang aku pilih karena memang lebih murah daripada yang lainnya.
Tepat di depan Nagoya Station |
Nyamannya di sini orang lebih suka jalan kaki daripada bermacet-macet naik kendaraan pribadi |
Sebenarnya belum cukup puas keliling Nagoya tapi apa boleh buat, aku tidak membawa banyak uang dan tidak membawa bekal makanan yang cukup. Jangan mikir buat beli makanan, di sana hampir semuanya mahal. Tapi tipsnya “Jangan sekali-kali merupiahkan harga makanan di Jepang, karena itu akan membuatmu takut”. Waktu itu musim dingin, suhu siang hari 4 – 8 derajat kalau malam dan pagi hari bisa sampai 0 derajat. Bayangin aja itu gimana dinginnya. Bibirku sampai pecah-pecah dan jari-jari tanganku sampai sakit karena kedinginan. Dua buah kaos yang aku kenakan tambah dua jaket belum mampu menahan dinginnya cuaca Jepang waktu itu.
Night life in Osaka |
Pukul 5 sore aku berangkat menuju Osaka menggunakan bus, ingat kamu nggak boleh telat dalam urusan transportasi di Jepang, telat 1 menit pasti ditinggal. Tidak ada istilah “ngetem” atau “nunggu penumpang” di Jepang, adanya penumpang yang nungguin bus. Perjalanan cukup lama, aku sampai Osaka sekitar jam 8 malam kalau tidak salah. Sampai di Osaka, aku langsung berjalan menuju stasiun kereta. Setelah membeli tiket yang dibantu oleh kakek-kakek yang baik hati, akhirnya aku sudah berada di dalam kereta menuju Kyoto.
Weixin Liu, teman saya yang bekerja paruh waktu di Dolphin Hotel |
Pemilik Dolphin Hotel dan 2 putrinya |
Yak... tidak lama aku sampai juga di Kyoto. Akhirnya aku memutuskan untuk mencari penginapan. Dibantu oleh kenalanku “Ken-san”, aku mencari penginapan dan akhirnya aku mendapatkan penginapan dengan nama “Dolphin”. Tarif untuk menginap semalam sampai pukul 10.00 pagi ¥3.000. Ok, tidak masalah, daripada mati kedinginan di luar sana. Setelah boking kamar, aku masuk dan ngobrol sama penjaganya. Lama sekali aku berkenalan dan ngobrol, yang ternyata cewek ini masih seusiaku, asal China. Dia kuliah di Jepang sambil kerja part time, namanya Weixin Liu. Jam sudah menunjukkan pukul 01.00 pagi, aku pun tidur.
Kyoto University with Sachiko Gochi |
Kyoto Univeristy with Michiko Fujisawa |
Halaman Kyoto University |
Pagi harinya, aku janjian dengan temanku asal Jepang namanya Sachiko Gochi untuk pergi ke Kyoto University. Akhirnya Sachiko sampai juga di penginapanku, setelah ngobrol-ngobrol sebentar kami pun berangkat ke Kyoto naik bus. Oh iya, Sachiko ini adalah pegawai di Kyoto University, sekarang juga sedang mengambil gelar Doktor di Kyoto University juga. Dan untuk meraih Doktornya, ia harus melakukan penelitian tentang Manula dan Lansia di Indonesia, tepatnya di Yogyakarta di kampung di mana saya tinggal.
Finally I am here.... Kyoto University |
Sachiko jalan-jalan ke sawah dalam sela-sela penelitian ketemu sama Kakek Sismiharjo |
Sachiko berdoa di makam lansia yang ia teliti, penelitian belum selesai kakek dan neneknya sudah meinggal dahulu |
Setelah akhirnya sampai di Kyoto University, aku foto-foto sebentar di luar. Kemudian foto di depan pohon besar yang menjadi simbol universitas ini. Kemudian kami bertemu salah satu Profesor di kampus ini, namanya Michiko Fujisawa. Oh iya, Fujisawa-san juga melakukan penelitiannya tentang kera di Indonesia, tepatnya di Papua dan Kalimantan. Setelah ngobrol-ngobrol, keliling universitas, melihat pameran lukisan, beli cinderamata di dalam kampus, kami memutuskan untuk jalan-jalan keluar bersama.
Michiko Fujisawa saat melakukan penelitian di Papua |
Pesan Fujisawa kepada mahasiswa Indonesia “Jangan takut belajar ke Jepang khususnya Kyoto University. Kelas Internasional sudah disediakan, ada beasiswa Monbukagakusho dan beasiswa-beasiswa lainnya. Sekali ada kesempatan maka raihlah!”
Pameran lukisan di Kyoto University |
Dari kanan Michiko Fujisawa, Adhe Barus, dan Lia Ginting |
Oh iya, di sini aku bertemu dua orang pelajar asal Indonesia, namanya Lia Ginting dan Adhe Barus. Mereka berdua asli Sumatra Utara, waktu itu sedang menyelesaikan S2-nya di Kyoto University. Akhirnya kami berlima jalan-jalan ke Fushimi Inari. Sebuah kuil yang ada di puncak bukit Inari Shrine. Ini kuilnya berwarna merah dan serba merah, kuil ini adalah kuilnya para petani di Jepang. Sebelum ke Fushimi Inari kami makan dulu. Waktu itu kami memesan Undon dan Inari ditambah Teh Hijau. Nah serunya ini adalah makan saya pertama dan terakhir kalinya di Jepang pada waktu itu. Jadi, selama 7 hari di sana saya cuma makan 1 kali, selain itu saya ngemil makanan yang saya bawa dari Indonesia, dan makan makanan yang ada di hotel tempat saya menginap.
Kesempatan menikmati Undon |
Inari dan Teh Hijau... Syeeedapppp |
Setelah makan kami lanjut ke Fushimi Inari, berkeliling sampai pukul 3 sore. Setelah itu kami kembali lagi ke pusat kota Kyoto naik kereta. Oh iya, ditempat menginap, aku juga berteman dengan pria asal Korea, namanya Dong Hoon Kim, sampai sekarang kami masih sering berkomunikasi. Singkat cerita setelah beberapa hari di Kyoto, aku melanjutkan perjalanananku ke Tokyo. Yah, lumayan bisa melihat gemerlapnya Tokyo, hampir sama dengan gemerlapnya Osaka. Tidak lama di Tokyo akhirnya aku melanjutkan renacanaku untuk mengunjungi Thailand.
Kuil Fushimi Inari |
Bukit Fushimi Inari |
Kyoto Tower |
Dari Narita International Airport akhirnya saya terbang ke Thailand dan mendarat di Dong Mueang International Airport. Cuaca yang berbeda sangat drastis, Jepang sangat dingin dan Thailand sangat panas mirip sekali dengan Jakarta. Dari bandara aku memutuskan untuk pergi ke penginapan yang sudah saya booking di daerah Khaosan Road (kawasan backpacker). Dalam perjalanan menggunakan bus, aku berkenalan dengan Ikho Rueda Martinez asal Spanyol yang juga sedang mencari penginapan di daerah Khaosan.
Suasana Narita |
Di luar sedang hujan dan suhu semakin dingin |
Ikho Rueda Martinez (Spanyol) sudah 20 tahun keliling dunia Pesannya "Jangan takut keliling dunia, jangan pikirkan uang!" |
Akhirnya kami sampai di Khaosan dan harus berpisah karena penginapan kami berbeda. Oh ya, sampai sekarang saya masih berhubungan dengan Iko, termasuk dengan Fujisawa, Liu, dan pastinya Sachiko. Bahkan 1 bulan setelah saya sampai di rumah, Sachiko datang ke rumah saya.
Backhome Backpacker Hotel |
Ok, setelah sampai penginapan dan masuk kamar, akhirnya lega, bisa mandi dan tidur sore. Pada pukul 18.00 aku mendapatkan teman sekamar asal Swiss, namanya Alexander Opilik dan Adi Sideler. Alex dan Adi ini keren banget dan sangat baik. Untuk belajar bahasa Inggris mereka harus kursus di Australia selama 6 bulan. Mereka heran terhadapku, “Kok kamu nggak perlu kursus udah pinter bahasa Inggris?”. Aku jawab “Bahasa Inggris itu mduah kok dipelajari, nggak harus sekolah ataupun kursus.” Mereka Cuma manggut-manggut dan heran.
Alex, Aku, dan Adi |
Nah, selama ada di Bangkok dengan Alex dan Adi, perut saya aman sekali. Artinya, urusan makan mereka yang nanggung, karena mereka bilang “Santai aja, aku tahu kamu nggak punya banyak uang. Bagi kami di sini sangat murah, jadi kalau kamu mau makan nanti kami yang traktir.” Hahahaha.... Aku keliatan kere banget.
Ini foto Raja Thailand, bisa kamu temui dimana-mana |
Yah, sampai pada akhirnya aku harus berpisah dengan Alex dan Adi, melanjutkan perjalananku ke Thailand Setalan (Kohmee, Songkhla) menggunakan kereta malam. Dari Stasiun Hua Lamphong Bangkok saya naik kereta berangkat pukul 13.00 dengan harga tiket 601 Baht sudah dengan tempat tidurnya. Ok, sampailah pagi itu sekitar pukul 06.00 di Songkhla. Santai kalau di sini, Songkhla banyak sekali muslim jadi nggak begitu takut lah. Banyak banget muslimah-muslimah yang pakai hijab di sini.
Foto di depan Songserm Sasana Vitaya School |
Akhirnya saya berjalan kaki dari Stasiun Songkhla ke daerah kota nggak tahu mana sekitar 30 menitan. Dengan dibantu pak polisi yang baik hatinya, saya bisa naik angkot ke Kohmee. Ongkos naik angkot di sini murah yaitu 5 Baht. Yah... walaupun pada akhirnya saya ke sasar juga sampai daerah yang sepi banget nggak ada apa-apa. Setelah tanya menggunakan bahasa alien dan bahasa isyarat kepada ibu-ibu akhirnya saya di antarkan dengan motor Scoopynya ke Songserm Sasana Vitaya School. Ini adalah sekolah Islam mulai dari Paud sampai SMA. Naik Scoopy ber-empat bisa dihitung berlima dengan tas ransel saya yang super besar. Akhirnya sampai juga di sekolahan yang saya tuju, disitu saya merasa bahagia karena bertemu dengan sahabat saya Atika Rahmi Nainggolan.
Suasana Sekolahan |
Aku, Atika, dan Sodik |
Bahagia banget rasanya bisa numpang makan, numpang tidur, dan numpang jalan-jalan. Itu untungnya kita punya temen dibanyak tempat. Ok cukup lama saya di Songkhla, saya sempatkan jalan-jalan ke pasar mana saya lupa buat lihat Ladyboy-ladyboy yang cukup terkenal. Ketemu juga sih, tapi nggak berani ngomong. Oh iya, di sini saya juga ketemu sama dua orang temen asal Jakarta yang lagi mampir ke Thailand namanya Irsyad dan Miftach. Yah... akhirnya kami jalan-jalan bareng ke Hatyai Junction, PSU dan tempat-tempat lainnya.
Di depan patung Budha Hatyai Junction |
Prince Songkhla University |
Ngomong-ngomong tentang PSU (Prince Songkhla University) aku akhirnya juga punya kesempatan buat ke universitas ini. Mengandalkan teman di sini, dan kami meluangkan waktu untuk menjenguk teman yang sedang terkena musibah di rumah sakit PSU. Ingat di PSU ini banyak juga lho mahasiswa Indonesia. Kamu bisa kuliah di sini dengan banyak beasiswa. Di bawah ini salah satu temen saya yang kuliah di PSU dan merupakan salah satu mahasiswa Indonesia berprestasi di sini, namanya Devi Siskawardani.
Miftach, Devi, Aku, Irsyad, dan Mas Fawad |
Foto sebelum pergi ke Johor bersama teman-teman Indonesia di Thailand |
Ok, waktu yang mengharuskanku untuk pindah lagi ke tempat baru. Berangkat pukul 18.00 menggunakan bus aku, Irsyad, dan Miftach berangkat menuju Johor, Malaysia. Ya, kami akan menemui teman dari Irsyad yang menetap dan membangun usaha di Johor. Usahanya travel agent, dia orang yang sangat baik, maaf tidak bisa menyebutkan namanya. Kami dijemput di terminal bus, kemudian pergi ke Legoland untuk jalan-jalan. Setelah puas jalan-jalan di Legoland, kami mencari tempat makan untuk mengisi kekosongan perut kami. Yah, berbahagialah kalau kamu punya teman di sana-sini, makan gratis dan alhamdulillah kenyang.
Dari tempat makan, kami pergi menuju Apartment untuk istirahat, mandi, dan sholat. Wah.... bahagia banget dah bisa kemana-mana naik mobil, terus istirahat gratis, dan makan gratis. Setelah puas di Johor, kau melanjutkan perjalanan ke Singapura. Yak, di sini saya berpisah dengan Irsyad dan Miftach. Akhirnya aku sendiri ke Singapura, setelah sampai aku langsung menuju Masjid Sultan. Numpang istirahat, sholat, dan tentunya makan malam. Yak, di sini lagi ada acara maulid, dan ada bagi-bagi makanan gratis, lumayan nggak harus keluar uang.
Suasana Masjid Sultan Singapura |
Senotsa Island |
Ok, dari Masjid Sultan aku menginap di ABC Hostel. Lumayan tarifnya satu kamar private 65 dollar, karena waktu itu sudah menunjukkan pukul 01.00 aku langsung tidur. Pagi-pagi sekali aku bangun dan mencari temanku “Vita” yang kebetulan juga sedang jalan-jalan ke Singapura. Pukul 06.00 di Singapura itu suasanya masih kayak jam 4 pagi di Indonesia, masih gelap. Aku bergegas pergi dan akhirnya bertemu juga dengan temanku Vita. Setelah ketemu Vita, aku juga ketemu dengan teman-temannya Vita. Akhirnya kami memutuskan untuk jalan-jalan bareng ke Sentosa Island. Yak, bahagia sekali kami bisa jalan-jalan ke Sentosa, dan banyak hal lucu dan tidak pernah terlupakan terjadi di sini.
Ok, setelah itu kami balik untuk mencari penginapan. Setelah menginap semalam lagi bersama Vita, aku memutuskan untuk memisahkan diri. Aku kemudian berjalan sendiri menuju Singapore Botanical Gardens. Aku naik MRT menuju Singapore Botanical Gardens. Setelah sampai di Singapore Botanical Gardens aku berjalan sangat jauh sekali kurang lebih 10 km menuju KBRI Singapura.
Universal Studios |
Singapore Botanic Gardens |
Dalam perjalanan ke KBRI, aku lewat National University of Singapore (NUS) Law Faculty. Yah sempet ngobrol di sini dengan beberapa orang, tapi nggak boleh foto-fot. Pas ketahuan aku foto-foto, hp ku diminta dan foto-fotonya dihapus oleh security di sana.
NUS Law Faculty |
Ok, setelah puas di NUS masih kulanjutkan perjalananku ke KBRI Singapura. Perjalanan yang cukup jauh akhirnya sampai juga di KBRI. Di sini aku ketemu dengan saudara namanya Bapak Muhammad Abdu. Ya, setelah ketemu dan ngobrol-ngobrol sambil makan siang, terus sholat, dan numpang tidur di Masjid KBRI. Selain itu, aku juga numpang jahit tasku yang robek di sini.
KBRI Singapura |
Pukul 5 soreaku pergi dari KBRI menuju Changi International Airport. Dari KBRI menuju Changi aku numpang taksinya salah seorang pegawai KBRI yang ingin pulang ke Indonesia. Kebetulan sekali deh, intinya ke Changi gratis. Apa yang aku lakukan di Changi? Yak, numpang tidur semalam. Kenapa di Changi? Karena di Changi ini adalah hotel paling gratis yang ada di Singapura. Siapapun bisa numpang tidur di sini meski hati agak was-was.
Pagi hari setelah keluar dari Changi aku naik MRT ke Harbour Front, dari sini aku naik Feri dengan harga tiket 25 dollar menuju Batam Center. Kenapa menuju Batam? Terus terang aku kehabisan uang, kalau aku putuskan tinggal di Singapra lebih lama aku tidak akan mampu membeli air mineral di sini, apalagi mau makan.
Welcome to Batam |
Masjid Agung Batam |
Ok, sampai juga di Batam Center. Sampai di sini aku numpang sholat dan tidur di Masjid Agung Batam, sambil nyari informasi adakah teman, tetangga, saudara, atau siapapun lah yang aku kenal tinggal di sini. Cukup lama, akhirnya aku di jemput juga oleh tetangga yang ternyata tinggal dan bekerja di Batam. Yak, di sini lagi-lagi bisa tinggal dan makan gratis. Setelah satu minggu tinggal di Batam dan mengumpulkan pundi-pundi uang dengan banyak cara, akhirnya aku melanjutkan perjalananku ke Tanah Minang, Padang.
Patung Ayam Kota Solok |
Jam Gadang Bukittinggi |
Danau Singkarak |
Tiket pesawat Citilink seharga 428.000 ribu sudah di tangan, dan akhirnya aku terbang juga dari Hang Nadim International Airport (Batam) menuju Minangkabau International Airport (Padang). Di Padang aku langsung menghubungi temanku, aku minta dia jemput aku di bandara. Awalnya dia kaget, beneran apa betulan. Tapi setelah kuyakinkan, dijemputalah aku dan kami pulang ke Kota Solok. Temenku ini sudah dianggap seperti anak sendiri oleh ibuku waktu dia kuliah di Jogja. Namanya Budi, orangnya baik dan suka menolong. Pokoknya beda bangetlah sama istilah kalau “Orang Padang itu pelit!”. Di sini tidak kutemukan hal itu, orang Padang rata-rata baik hati, dermawan, dan sangat menghormati orang luar.
Keluarga di Solok, Sumatra Barat (Vina, Budi, Rika, Aku) |
Gerbang Universitas Andalas |
Yak aku tinggal di Padang selama 1 Minggu. Setelah ikut ke sana kemari, jalan-jalan ke Andalas, ikut jualan, ikut angkut-angkut buah-buahan, dan berwisata kuliner, waktu harus membawaku untuk pergi ke Palembang. Di Palembang ini aku tinggal di rumah teman ayahku. Dia salah satu manager di perusahaan Aqua di Palembang. Di sini aku bantuin anter galon keliling kompleks.
Foto dengan keluarganya Pak Sumarji |
Yah lumayan lah di Palembang keliling Ampera, Jakabaring, Wisma Atlet yang pernah jadi masalah, keliling Kota Palembang, dan lain-lain.
Jakabaring Stadium |
Sudah puas di Palembang, akhirnya aku pulang ke Jogja dengan bus Handoyo. Yah, akhirnya sampai juga aku di rumah tercinta Kulon Progo, Yogyakarta pukul 01.00. So miss here...
Itulah sekelumit cerita yang sempat kutuliskan tentang waktu itu... jangan takut ke luar negeri, jangan takut berjalan sendiri, apalagi kamu ingin kuliah ke luar negeri. Ingat, kamu terlahir ke dunia juga sendirian nggak rame-rame. So...Tunggu apa lagi???
Wujudkan mimpimu sekarang juga atau tak akan pernah ada lagi kesempatan!