Tak banyak pelajar Indonesia yang memiliki keinginan umtuk melanjutkan pendidikan di Swiss. Padahal Swiss termasuk salah satu ko...
Tak banyak pelajar Indonesia yang memiliki keinginan umtuk melanjutkan pendidikan di Swiss. Padahal Swiss termasuk salah satu kota ternyaman di dunia dan memiliki sistem pendidikan berkualitas tinggi yang didukung oleh fasilitas yang sangat baik dan lingkungan yang kondusif. Menurut QS World University Rankings delapan universitas di Swiss termasuk dalam jajaran universitas terbaik. Mahir Pradana, sang ketua PPI Swiss periode 2013-2014 berbagi pengalaman study-nya di salah satu negara terkaya di dunia ini.
1. Halo Mahir Pradana, Sebelum melangkah lebih jauh lebih dahulu kita
berkenalan dulu, mungkin bisa menyebutkan nama panggilan, asal kota?
serta kuliah di Swiss dimana, jurusan apa, dan mengapa Swiss menjadi
pilihan?
Halo, nama saya Mahir Pradana, panggil saja Mahir. Di Swiss saya kuliah di Universitat Bern, Master of Science in Business Administration.
Kenapa Swiss menjadi pilihan? Karena saya ingin mencoba tinggal di negara yang bukan menjadi tujuan utama orang-orang Indonesia untuk studi. Soalnya saya penasaran cara hidup dan budaya di Swiss yang jarang diliput di Indonesia.
2. Apakah Mahir mendapatkan beasiswa di Swiss? jika iya, apa beasiswanya?
Iya, saya memperoleh beasiswa dari kampus, meski tidak full. Namun, pada akhirnya saya dibantu Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk biaya hidup di sana.
3. Apa kelebihan dari kampus tempat Mahir kuliah? Mungkin dari segi fasilitas, kurikulum, birokrasi, dan suasana
Kelebihannya adalah fasilitas yang serba lengkap, dengan koneksi internet cepat, laboratorium lengkap dan unit-unit kegiatan mahasiswa yang aktif. Dari segi birokrasi juga sangat membantu, dengan proses keluarnya nilai yang cepat jika dihitung dari hari pelaksanaan ujian.
4. Apa menariknya jurusan yang diambil, dan apakah pernah menemukan kesulitan?
Jurusan Business Administration rasanya di mana-mana juga ada, ya. Namun, di Swiss jurusan ini lebih difokuskan kepada Intercultural Study dan juga Venture Strategy. Orang Swiss memang lebih fokus dalam mengembangkan bisnis yang dibangun sendiri, lalu berjuang sampai bisnis tersebut diterima secara global.
Kesulitan di awal sempat saya alami, terutama dengan ritme kuliah yang cepat dan butuh banyak literatur. Syukurlah, saya bisa beradaptasi.
5. Pernah mengalami Culture Shock? jika iya, dalam hal apa? dan bagaimana cara mengatasinya ?
Culture shock sih jarang, paling sedikit canggung jika harus berinteraksi dengan dosen, staf kampus maupun rekan mahasiswa asli Swiss. Tapi lama-lama juga akan terbiasa.
Halo, nama saya Mahir Pradana, panggil saja Mahir. Di Swiss saya kuliah di Universitat Bern, Master of Science in Business Administration.
Kenapa Swiss menjadi pilihan? Karena saya ingin mencoba tinggal di negara yang bukan menjadi tujuan utama orang-orang Indonesia untuk studi. Soalnya saya penasaran cara hidup dan budaya di Swiss yang jarang diliput di Indonesia.
2. Apakah Mahir mendapatkan beasiswa di Swiss? jika iya, apa beasiswanya?
Iya, saya memperoleh beasiswa dari kampus, meski tidak full. Namun, pada akhirnya saya dibantu Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) untuk biaya hidup di sana.
3. Apa kelebihan dari kampus tempat Mahir kuliah? Mungkin dari segi fasilitas, kurikulum, birokrasi, dan suasana
Kelebihannya adalah fasilitas yang serba lengkap, dengan koneksi internet cepat, laboratorium lengkap dan unit-unit kegiatan mahasiswa yang aktif. Dari segi birokrasi juga sangat membantu, dengan proses keluarnya nilai yang cepat jika dihitung dari hari pelaksanaan ujian.
4. Apa menariknya jurusan yang diambil, dan apakah pernah menemukan kesulitan?
Jurusan Business Administration rasanya di mana-mana juga ada, ya. Namun, di Swiss jurusan ini lebih difokuskan kepada Intercultural Study dan juga Venture Strategy. Orang Swiss memang lebih fokus dalam mengembangkan bisnis yang dibangun sendiri, lalu berjuang sampai bisnis tersebut diterima secara global.
Kesulitan di awal sempat saya alami, terutama dengan ritme kuliah yang cepat dan butuh banyak literatur. Syukurlah, saya bisa beradaptasi.
5. Pernah mengalami Culture Shock? jika iya, dalam hal apa? dan bagaimana cara mengatasinya ?
Culture shock sih jarang, paling sedikit canggung jika harus berinteraksi dengan dosen, staf kampus maupun rekan mahasiswa asli Swiss. Tapi lama-lama juga akan terbiasa.
6. Bagaimana karakter dosen dalam menyampaikan mata kuliah? Dan
bagaimana sikap mahasiswa lokal di Swiss terhadap mahasiswa
internasional ?
Dosen di Swiss menempatkan diri mereka sejajar dengan mahasiswa, beda dengan di Indonesia di mana biasanya dosen lebih diposisikan sebagai orang tua yang harus disegani bahkan dihormati. Di Swiss, rasa segan dan hormat sudah mengalir dengan sendirinya, karena baik mahasiswa maupun dosen sudah sangat sadar akan posisi masing-masing. Dosen di universitas saya tidak pernah membuat peraturan tegas bahwa mahasiswa tidak boleh datang terlambat atau lalai mengumpulkan tugas, karena mahasiswa sendiri sadar bahwa jika melakukan itu, mereka yang rugi.
Mahasiswa lokal di Swiss cukup terbuka pada mahasiswa internasional. Mereka kadang bertanya-tanya juga kehidupan di Indonesia seperti apa, dan lain-lain.
7. Bagaimana dengan sistem kurikulum di Swiss ? Hal yang paling signifikan perbedaannya dengan Indonesia?
Perbedaan signifikan adalah sistem kredit (SKS) yang berbeda. Juga skala nilai, jika di Indonesia memakai skala 4, di Swiss memakai skala 6. Perbedaan juga terasa di tugas akhir, karena di Swiss bobot tugas akhir adalah sekitar 15 sampai 20 kredit.
8. Selama menempuh pendidikan disana, sudah bertemu dengan teman-teman PPI? Bagaimana tanggapan mereka dalam menyambut kedatangan teman yang baru ?
Oh ya, saya disambut langsung oleh ketua PPI Swiss saat itu, Iwa Sobara. Ia bahkan mewariskan apartemennya kepada saya, hehehe. Di tahun kedua saya di Swiss, saya didaulat menjabat sebagai ketua PPI Swiss.
9. Tempat tinggal terbaik menurut Mahir Pradana selama di Swiss dimana? Apakah di Apartemen, rumah atau yang lain ?Ini kembali ke pribdi masing-masing sih. Jika ingin bergaul dengan banyak teman dari berbagai negara, cukup membantu jika tinggal di asrama kampus. Hanya saja, biasanya asrama kampus cukup berisik karena banyak kegiatan seperti acara party, sehingga membuat kita kadang susah konsentrasi belajar. Sharing apartemen biasanya menjadi solusi yang baik.
10. Apakah ada tips dan trik spesial untuk mendapatkan pemasukan tambahan selama kuliah di Swiss?
Ya, dengan cara bekerja sambilan. Sayangnya, kita biasanya harus bisa minimal satu bahasa resmi Swiss (bahasa Jerman, Prancis atau Italia) jika ingin diterima kerja.
Dosen di Swiss menempatkan diri mereka sejajar dengan mahasiswa, beda dengan di Indonesia di mana biasanya dosen lebih diposisikan sebagai orang tua yang harus disegani bahkan dihormati. Di Swiss, rasa segan dan hormat sudah mengalir dengan sendirinya, karena baik mahasiswa maupun dosen sudah sangat sadar akan posisi masing-masing. Dosen di universitas saya tidak pernah membuat peraturan tegas bahwa mahasiswa tidak boleh datang terlambat atau lalai mengumpulkan tugas, karena mahasiswa sendiri sadar bahwa jika melakukan itu, mereka yang rugi.
Mahasiswa lokal di Swiss cukup terbuka pada mahasiswa internasional. Mereka kadang bertanya-tanya juga kehidupan di Indonesia seperti apa, dan lain-lain.
7. Bagaimana dengan sistem kurikulum di Swiss ? Hal yang paling signifikan perbedaannya dengan Indonesia?
Perbedaan signifikan adalah sistem kredit (SKS) yang berbeda. Juga skala nilai, jika di Indonesia memakai skala 4, di Swiss memakai skala 6. Perbedaan juga terasa di tugas akhir, karena di Swiss bobot tugas akhir adalah sekitar 15 sampai 20 kredit.
8. Selama menempuh pendidikan disana, sudah bertemu dengan teman-teman PPI? Bagaimana tanggapan mereka dalam menyambut kedatangan teman yang baru ?
Oh ya, saya disambut langsung oleh ketua PPI Swiss saat itu, Iwa Sobara. Ia bahkan mewariskan apartemennya kepada saya, hehehe. Di tahun kedua saya di Swiss, saya didaulat menjabat sebagai ketua PPI Swiss.
9. Tempat tinggal terbaik menurut Mahir Pradana selama di Swiss dimana? Apakah di Apartemen, rumah atau yang lain ?Ini kembali ke pribdi masing-masing sih. Jika ingin bergaul dengan banyak teman dari berbagai negara, cukup membantu jika tinggal di asrama kampus. Hanya saja, biasanya asrama kampus cukup berisik karena banyak kegiatan seperti acara party, sehingga membuat kita kadang susah konsentrasi belajar. Sharing apartemen biasanya menjadi solusi yang baik.
10. Apakah ada tips dan trik spesial untuk mendapatkan pemasukan tambahan selama kuliah di Swiss?
Ya, dengan cara bekerja sambilan. Sayangnya, kita biasanya harus bisa minimal satu bahasa resmi Swiss (bahasa Jerman, Prancis atau Italia) jika ingin diterima kerja.
11. Ketika sedang masa kuliah, terus merasa kangen dengan Indonesia, entah itu makanannya, orang-orangnya, apa yang biasa Anda lakukan? Kegiatan apa yang bisa dilakukan selain kuliah?
Gampang saja, tinggal bikin janji dengan teman-teman Indonesia untuk mengadakan perjamuan makanan Indonesia. Biasanya ini dilakukan di akhir pekan.
Selain kuliah, saya bermain sepak bola dan badminton di kampus. Lalu sibuk menjadi ketua PPI Swiss dan menghadiri konferensi-konferensi ilmiah.
12. Selama kuliah di Swiss, sudah berapa kali pulang ke Indonesia? Dan sudah kemana aja jalan-jalannya?
Hanya satu kali pulang ke Indonesia, itu pun karena dapat tiket promo. Selama di Swiss, saya sudah jalan-jalan ke berbagai negara, antara lain Spanyol, Prancis, Belanda, Belgia, Jerman, Italia, Austria, Polandia, Ceko, Slowakia, Denmark dan Turki.
13. Apa pengalaman paling tidak terlupakan selama di Swiss?
Sewaktu saya jadi ketua PPI Swiss, kami bekerja sama dengan organisasi mahasiswa AIESEC untuk mengadakan pertunjukan tarian tradisional di acara global Village. Selain itu, bersama masyarakat Indonesia lainnya, kami mengadakan konser angklung terbuka di pusat kota Bern. Benar-benar tidak terlupakan!
14. Hal hal apa saja yang dirasakan karena bisa kuliah di Swiss? Lebih percaya diri, bisa memiliki pandangan yang optimis jauh ke depan tentang masa depan Indonesia? Atau hal positif apa yang dipelajari selama belajar di Swiss?
Banyak hal, antara lain belajar lebih disiplin dalam menentukan fokus ketika belajar, lalu bertekad akan berbagi wawasan dan pengalaman ketika berkontribusi kembali ke Indonesia nantinya.
15. Adakah nasihat serta tips dan trik dari Mahir Pradana bagi kawan-kawan yang ingin melanjutkan pendidikan di Swiss ?
Tentu saja. Jangan lelah mencari-cari info tentang lanjut kuliah di Swiss, atau di mana pun itu di luar negeri. Karena pengalamannya pasti akan sangat berharga dan berguna dalam mengubah cara pandang kita tentang banyak hal dalam hidup. Lalu, tidak pernah ada hal yang sia-sia dalam pendidikan. Toh, hidup itu sendiri adalah proses belajar yang terus berkelanjutan!
Tertarik untuk study di Swiss? Semoga cerita Mahir Pradana menginspirasi kamu untuk melanjutkan study di Swiss ya sobat !
Salam berkuliah
----------------------------------------------------------------------------------------------
Narasumber: Mahir Pradana
Reporter : Andreanyta Erni