Mari kita kembali lagi ke Tanah Britania Raya, negerinya para bintang sepak bola dunia. Kesan sepak bola memang bukan satu-satunya yang meno...
Mari kita kembali lagi ke Tanah Britania Raya, negerinya para bintang sepak bola dunia. Kesan sepak bola memang bukan satu-satunya yang menonjol dari Inggris, masih ada kehidupan masyarakat yang multikultural dan kebudayaannya yang sangat menawan. Tentunya, satu hal yang menjadi Inggris makin luar biasa adalah sistem pendidikannya yang sangat di akui dunia. Tak heran jika banyak sekali mahasiswa Indonesia yang menjadikan Inggris sebagai target negara dimana mereka ingin melanjutkan studinya.
Nah, jika kamu salah satu pelajar Indonesia yang ingin sekali melanjutkan ke Inggris, mari kita simak satu cerita menarik yang penuh penjabaran dari sahabat kita yang sudah berkesempatan menikmati dunia pendidikan di Inggris. Siapakah dia? Simak hasil interview tim berkuliah.com dengan beliau!
Sebagai pemererat tali silaturahmi dan membuat teman-teman semuanya makin semangat dalam menyimak cerita mas Wisnu, silakan mas Wisnu memperkenalkan diri secara lengkap.
Halo teman-teman semuanya, nama saya Wisnu Setiawan dan saya asli Yogyakarta. Saya bekerja di Universitas Muhammadiyah Surakarta, di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur. Saya sebelumnya menempuh S1 di Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Gajah Mada, kemudian melanjutkan Master Architecture di Urban Design, School of Planning & Architecture, New Delhi, India.
Saat ini saya sedang menempuh studi PhD di School of Built Environment, The University of Salford, Manchester, UK.
Banyak yang menanyakan bahwa adakah kesempatan untuk para lulusan D3 di Indonesia mendapatkan gelar S1 di luar negeri? Kalau ada seperti apakah skemanya?
Terus terang, saya kurang tahu sebesar apa peluang untuk kuliah setingkat D3 atau S1 di luar negeri, atau UK khususnya, apalagi jika harus melalui skema beasiswa. Tingkat S1 di UK biasanya memiliki persyaratan yang lebih rumit. Ada juga seorang kawan di Nottingham University yang mengambil S1 bidang Law. Karena melalui skema umum, dia harus menempuh A Level selama 1 tahun lagi setelah lulus dari SMU di Jakarta. A Level ini menjadi semacam persyaratan ‘wajib’ untuk menyetarakan pendidikan SMU Indonesia dengan standard system di UK.
Skema lain yang sering juga diambil adalah melalui jalur doble degree. Contohnya, ada pengalaman seorang kawan yang mengambil double degree di Nottingham University, dari kampus di Malaysia dan UK. Skemanya, setengah di Malaysia dan sisanya di tahun terakhir di UK. Sekarang ini, ada juga beberapa universitas di Indonesia yang mempunyai skema kerjasama serupa dengan universitas-universitas di luar negeri. Contohnya, UMS mempunyai kerjasama dengan Kingston University, London, untuk jurusan Teknik Mesin tingkat S1.
Bisa diceritakan bagaimana pengalaman mas Wisnu saat mendaftar pertama kali sampai diterima di kampus di Salford, Manchester?
Sebenarnya, ceritanya cukup panjang. Awalnya, saya mendaftar ke University of Manchester untuk PhD di bidang arsitektur. Bersamaan dengan pengiriman aplikasi, saya mendapatkan undangan interview dari Dikti pada sekitar Juli-Agustus 2008. Pada saat interview, saya mendapatkan jawaban dari University of Manchester bahwa aplikasi saya ditolak. Karena tidak dapat menunjukkan LoA, Dikti memberikan waktu hingga awal 2009 untuk melengkapi berkas.
Di awal tahun 2009, saya jumpa dengan kawan yang baru saja kembali pulang studi dari Univ of Manchester. Saya sampaikan tentang keinginan untuk studi di Manchester. Rupanya, dia bilang bahwa untuk bidang ‘built environment’, sebenarnya University of Salford mempunyai reputasi yang bagus, dan sepertinya syarat masuknya pun lebih simple. Bahkan saat itu, ada beberapa warga Indonesia yang menjadi staf pengajar di sana. Saya pun akhirnya menghubungi salah satu staf pengajar tersebut dengan maksud awal untuk berdiskusi tentang beberapa topik penelitian sekaligus meminta saran kira-kira calon supervisor mana yang cocok untuk bidang tersebut. Rupanya, beliau justru bersedia untuk menjadi supervisor dengan salah satu topik yang saya ajukan. Bahkan, beliau juga bersedia membantu membantu untuk mendapatkan LoA dalam waktu yang cukup singkat. Akhirnya, LoA pun saya terima tepat waktu dari yang diminta oleh Dikti. Dan, awal November 2009 pun saya berangkat ke UK.
Bisakah mas Wisnu menyebutkan, selain bisnis/ manajement 3 jurusan paling favorit yang selama ini banyak di apply oleh mahasiswa Indonesia apa sih? Kenapa demikian?
Saya kira, di UK secara umum bidang studi yang diminati cukup bervariasi, berbeda dari satu university ke university lainnya. Setiap university biasanya mempunyai beberapa bidang unggulan. Contohnya, ada beberapa kawan mengambil bidang farmasi di Nottingham University. Beberapa student Indonesia bahkan mengambil bidang studi Islamic Banking di Durham University. Beberapa student Indonesia mengambil studi tentang arsitektur di New Castle University.
Di Salford University, beberapa student dari Indonesia dengan latar belakang arsitektur dan teknik sipil bergabung di School of Built Environment. Salford juga mempunyai reputasi baik untuk riset di bidang akustik dan public health. Manchester University mempunyai reputasi sangat baik di bidang engineering karena universitas ini merupakan leburan beberapa universitas di Manchester, termasuk UMIST yang spesialisasinya adalah di bidang engineering.
3 Budaya/ kebiasaan di kampus Salford dan Manchester yang membuat mas Wisnu kagum apa sih? Kan di kampus lain kayaknya ada upacara yang masih pakai jubah kayak Harry Potter?
Apa ya? Terus terang, kesan kuliah di UK menurut pengalaman saya barangkali agak berbeda dengan kawan-kawan yang mengambil Master atau Undergraduate. Saya tidak diharuskan mengambil mata kuliah yang menerus ditempuh selama satu semester. Kelas yang saya ikuti kebanyakan adalah kelas tambahan semacam kursus (short course). Materi kursus ini boleh diambil secara bebas, baik yang relevan atau tidak relevan dengan bidang penelitian yang dilakukan.
Selama mengikuti materi-materi kursus tersebut, secara umum saya melihat bahwa dosen-dosen yang mengampu materi sangat baik secara personal. Mereka secara umum terbuka untuk diajak diskusi, dan mengerti kesulitan yang biasa dihadapi oleh international student. Orang British secara umum terlihat sangat santun, terutama mereka yang bekerja di sektor pendidikan dan sektor formal lainnya. Meskipun secara umum budaya studi di UK dianggap tertib dari segi waktu, kenyataannya cukup sering juga student yang terlambat masuk kelas.
By the way, Ada satu pengalaman saat saya mengambil satu kursus mengenai ‘academic writing’. Rupanya si tutor bukan orang native British, melainkan dari Canada. Karakternya cukup berbeda, lugas dan tegas. Awalnya, saya agak terkejut-kejut setiap kali menerima hasil koreksian pekerjaan rumah yang penuh komentar bertinta merah dan bernada keras. Rupanya, dia bilang bahwa kadang kala student perlu diperlakukan demikian sehingga ‘jera’ dan berpikir keras agar tidak mengulangi kesalahannya lagi. Saya pikir, ada benarnya juga. Di akhir sesi, dia tidak memberikan apresiasi terhadap semua siswa yang rajin masuk, bahkan dengan memberikan selembar sertifikat, yang jarang-jarang diberikan oleh penyelenggara kursus semacam ini.
Kebiasaan lain yang menurut saya sangat bagus, khususnya untuk student S3 di sini, adalah dedikasi yang besar terhadap tugas studi. Sebagian besar student Indonesia yang menempuh PhD di UK secara tertib melakukan aktivitas di kampus, mulai pagi hingga petang, atau bahkan malam, persis seperti anak-anak sekolah atau orang yang bekerja dari pagi hingga sore. Kebetulan, sebagian besar kampus menyediakan ‘working space’ atau setidaknya ‘public common room’ sehingga setiap PhD atau research student mendapatkan akses terhadap meja dan computer untuk bekerja.
Dosen atau Professor yang paling mas Wisnu kagumi namanya siapa? Bagaimana karakter orangnya, mudahkah untuk diajak berdiskusi?
Tanpa bermaksud mengecilkan peran dosen-dosen yang lain, saya kira peran dosen pembimbing saya yang ‘terakhir’ sangat besar. Setelah ditinggal pindah oleh pembimbing di akhir tahun ke-3, saya terpaksa ganti pembimbing. Pembimbing baru ini, Prof. Peter Barrett, rupanya seorang yang sangat baik bukan hanya dari sisi akademis, tetapi secara personal dan professional. Meskipun sibuk, tetapi beliau dapat meluangkan waktu untuk berdiskusi panjang dan memberikan saran-saran teknis untuk dapat menyelesaikan tesis tepat waktu dengan baik.
Dosen kedua yang saya cukup kagum yaitu dosen pengajar kursus ‘academic writing’ yang saya sebutkan tadi. Beliau tegas dan keras, tetapi saya merasakan betul peningkatan dalam menulis yang sesuai dengan kaidah EyD, English yang Disempurnakan. Bahkan saya merasa, sebenarnya salah satu kunci sukses dari studi PhD adalah kemampuan menulis yang baik dan benar.
Selain University of Salford (kampus mas Wisnu), kira-kira kampus mana saja yang menawarkan jurusan yang bagus sama seperti jurusannya mas Wisnu, kenapa demikian?
Setahu saya, ada beberapa universitas yang mempunyai reputasi baik di bidang ‘built environment’ yang setara dengan University of Salford. Antara lain, ada Heriot Watt University di Edinburgh, Coventry University, dan Lougborough University. Setidaknya, ada kawan-kawan Indonesia yang menempuh studi di kampus tersebut. Selain itu, ada beberapa yang seperti di University of Nottingham dan Newcastle University, yang cukup ramai student Indonesia.
Kalau orang asli Inggris kan terkenal ramah ya, nah ada nggak sih hal-hal yang dianggap paling nggak sopan bahkan kharam untuk dilakukan di Inggris selain tindak kejahatan? Tapi mungkin terkesan lucu bagi kita.
Memang benar, saya kira memang secara umum orang British sangat sopan. Dua kata yang saya harus belajar dari mereka adalah ‘thank you’ dan ‘sorry’. Itu tercermin bukan hanya dari cara mereka berbicara, melainkan juga dari cara berkendaraan. Saya sering merasa bersalah saat di jalan kadang tidak sadar menyerobot jalan.
Bisakah mas Wisnu menceritakan Pengalaman paling tak terlupakan selama tinggal dan kuliah di Inggris? (Bisa hal menyenangkan, menyebalkan, menggelikan, dll)
Sebenarnya banyak cerita yang menyenangkan atau menyebalkan. Mulai dari perjumpaan dengan kawan-kawan baru, hingga reuni dengan kawan-kawan lama yang kami tidak cukup dekat dulu waktu di Indonesia. Sepertinya, memang sudah menjadi budaya orang Indonesia, senang berkumpul dengan teman-teman, terutama di acara informal. Beberapa kawan di sini kebetulan cukup kompak, munkin karena sama-sama perantau dan minoritas. Ada kelompok pengajian, kelompok olahraga, bahkan ada juga kelompok jalan-jalan atau hiking.
Satu hal yang saya lihat sangat berbeda adalah suasana tempat belanja di UK. Secara umum, suasana shopping centre dan tempat shopping lainnya sangat berbeda dengan di Indonesia yang hiruk pikuk. Di sini cenderung sepi. Toko-toko tutup pukul 6 atau 7 malam. Bahkan, hari Minggu pun banyak toko yang tutup atau buka setengah hari.
3 Nasihat dan tips buat teman-teman Indonesia yang ingin melajutkan studinya ke luar negeri khususnya Inggris?
Sebelum berangkat, persiapan bahasa asing yang baik menjadi salah satu kunci utama. Selain itu, perlu juga dibangun profil professional dan akademis secara sadar. Contohnya, bila akan studi ke luar negeri melalui skema beasiswa, sponsor biasanya akan lebih cenderung memilih calon student yang mempunyai track record aktivitas akademis dan professional yang baik. Hal ini tidak dapat dipersiapkan dalam waktu singkat. Bahkan jika perlu, sudah harus dibangung sejak masih kuliah S1 atau SMU. Misal, dengan aktif terlibat di kegiatan mahasiswa atau kegiatan penelitian dosen. Dalam hal ini, diskusi dengan orang-orang yang sudah pernah studi ke luar negeri akan bermanfaat besar.
Selain itu, persiapan mental juga penting dilakukan. Bagaimana pun, hidup di luar negeri berbeda dengan di Indonesia. Ada yang enak, ada juga yang kurang menyenangkan. Kita harus siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi. Apalagi, kita dituntut untuk selalu mandiri. Tidak ada keluarga yang dapat selalu diharapkan untuk membantu.
Karena tidak ada keluarga besar di sini, lingkungan tempat kita tinggal menjadi faktor penting, termasuk kawan-kawan dekat, baik sesama dari Indonesia atau kawan-kawan dari Negara lain. Dalam hal ini, komunikasi dengan kawan-kawan seperti ini menjadi penting. Apalagi, lingkungan kawan-kawan yang membawa energy positif. Hal ini juga menjadi salah satu cara untuk menjaga keseimbangan antara beban studi yang sering kali terasa sangat berat dengan kehidupan pribadi. Walaupun studi merupakan prioritas utama selama di luar negeri, kesehatan jiwa dan raga juga harus diperhatikan.
Itu tadi cerita dari mas Wisnu yang banyak sekali mengandung nasihat-nasihat, informasi yang sangat detail. Nah, kalau kamu mau inspirasi yang lebih banyak lagi, silakan pantau terus berkuliah.com!
Sampai jumpa, salam berkuliah.com!
Narasumber: Wisnu Setiawan, The University of Salford
Reporter: Imam Sultan Assidiq
Nah, jika kamu salah satu pelajar Indonesia yang ingin sekali melanjutkan ke Inggris, mari kita simak satu cerita menarik yang penuh penjabaran dari sahabat kita yang sudah berkesempatan menikmati dunia pendidikan di Inggris. Siapakah dia? Simak hasil interview tim berkuliah.com dengan beliau!
Sebagai pemererat tali silaturahmi dan membuat teman-teman semuanya makin semangat dalam menyimak cerita mas Wisnu, silakan mas Wisnu memperkenalkan diri secara lengkap.
Halo teman-teman semuanya, nama saya Wisnu Setiawan dan saya asli Yogyakarta. Saya bekerja di Universitas Muhammadiyah Surakarta, di Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur. Saya sebelumnya menempuh S1 di Fakultas Teknik, Jurusan Arsitektur, Universitas Gajah Mada, kemudian melanjutkan Master Architecture di Urban Design, School of Planning & Architecture, New Delhi, India.
Saat ini saya sedang menempuh studi PhD di School of Built Environment, The University of Salford, Manchester, UK.
Banyak yang menanyakan bahwa adakah kesempatan untuk para lulusan D3 di Indonesia mendapatkan gelar S1 di luar negeri? Kalau ada seperti apakah skemanya?
Terus terang, saya kurang tahu sebesar apa peluang untuk kuliah setingkat D3 atau S1 di luar negeri, atau UK khususnya, apalagi jika harus melalui skema beasiswa. Tingkat S1 di UK biasanya memiliki persyaratan yang lebih rumit. Ada juga seorang kawan di Nottingham University yang mengambil S1 bidang Law. Karena melalui skema umum, dia harus menempuh A Level selama 1 tahun lagi setelah lulus dari SMU di Jakarta. A Level ini menjadi semacam persyaratan ‘wajib’ untuk menyetarakan pendidikan SMU Indonesia dengan standard system di UK.
Skema lain yang sering juga diambil adalah melalui jalur doble degree. Contohnya, ada pengalaman seorang kawan yang mengambil double degree di Nottingham University, dari kampus di Malaysia dan UK. Skemanya, setengah di Malaysia dan sisanya di tahun terakhir di UK. Sekarang ini, ada juga beberapa universitas di Indonesia yang mempunyai skema kerjasama serupa dengan universitas-universitas di luar negeri. Contohnya, UMS mempunyai kerjasama dengan Kingston University, London, untuk jurusan Teknik Mesin tingkat S1.
Bisa diceritakan bagaimana pengalaman mas Wisnu saat mendaftar pertama kali sampai diterima di kampus di Salford, Manchester?
Sebenarnya, ceritanya cukup panjang. Awalnya, saya mendaftar ke University of Manchester untuk PhD di bidang arsitektur. Bersamaan dengan pengiriman aplikasi, saya mendapatkan undangan interview dari Dikti pada sekitar Juli-Agustus 2008. Pada saat interview, saya mendapatkan jawaban dari University of Manchester bahwa aplikasi saya ditolak. Karena tidak dapat menunjukkan LoA, Dikti memberikan waktu hingga awal 2009 untuk melengkapi berkas.
Di awal tahun 2009, saya jumpa dengan kawan yang baru saja kembali pulang studi dari Univ of Manchester. Saya sampaikan tentang keinginan untuk studi di Manchester. Rupanya, dia bilang bahwa untuk bidang ‘built environment’, sebenarnya University of Salford mempunyai reputasi yang bagus, dan sepertinya syarat masuknya pun lebih simple. Bahkan saat itu, ada beberapa warga Indonesia yang menjadi staf pengajar di sana. Saya pun akhirnya menghubungi salah satu staf pengajar tersebut dengan maksud awal untuk berdiskusi tentang beberapa topik penelitian sekaligus meminta saran kira-kira calon supervisor mana yang cocok untuk bidang tersebut. Rupanya, beliau justru bersedia untuk menjadi supervisor dengan salah satu topik yang saya ajukan. Bahkan, beliau juga bersedia membantu membantu untuk mendapatkan LoA dalam waktu yang cukup singkat. Akhirnya, LoA pun saya terima tepat waktu dari yang diminta oleh Dikti. Dan, awal November 2009 pun saya berangkat ke UK.
Bisakah mas Wisnu menyebutkan, selain bisnis/ manajement 3 jurusan paling favorit yang selama ini banyak di apply oleh mahasiswa Indonesia apa sih? Kenapa demikian?
Saya kira, di UK secara umum bidang studi yang diminati cukup bervariasi, berbeda dari satu university ke university lainnya. Setiap university biasanya mempunyai beberapa bidang unggulan. Contohnya, ada beberapa kawan mengambil bidang farmasi di Nottingham University. Beberapa student Indonesia bahkan mengambil bidang studi Islamic Banking di Durham University. Beberapa student Indonesia mengambil studi tentang arsitektur di New Castle University.
Di Salford University, beberapa student dari Indonesia dengan latar belakang arsitektur dan teknik sipil bergabung di School of Built Environment. Salford juga mempunyai reputasi baik untuk riset di bidang akustik dan public health. Manchester University mempunyai reputasi sangat baik di bidang engineering karena universitas ini merupakan leburan beberapa universitas di Manchester, termasuk UMIST yang spesialisasinya adalah di bidang engineering.
3 Budaya/ kebiasaan di kampus Salford dan Manchester yang membuat mas Wisnu kagum apa sih? Kan di kampus lain kayaknya ada upacara yang masih pakai jubah kayak Harry Potter?
Apa ya? Terus terang, kesan kuliah di UK menurut pengalaman saya barangkali agak berbeda dengan kawan-kawan yang mengambil Master atau Undergraduate. Saya tidak diharuskan mengambil mata kuliah yang menerus ditempuh selama satu semester. Kelas yang saya ikuti kebanyakan adalah kelas tambahan semacam kursus (short course). Materi kursus ini boleh diambil secara bebas, baik yang relevan atau tidak relevan dengan bidang penelitian yang dilakukan.
Selama mengikuti materi-materi kursus tersebut, secara umum saya melihat bahwa dosen-dosen yang mengampu materi sangat baik secara personal. Mereka secara umum terbuka untuk diajak diskusi, dan mengerti kesulitan yang biasa dihadapi oleh international student. Orang British secara umum terlihat sangat santun, terutama mereka yang bekerja di sektor pendidikan dan sektor formal lainnya. Meskipun secara umum budaya studi di UK dianggap tertib dari segi waktu, kenyataannya cukup sering juga student yang terlambat masuk kelas.
By the way, Ada satu pengalaman saat saya mengambil satu kursus mengenai ‘academic writing’. Rupanya si tutor bukan orang native British, melainkan dari Canada. Karakternya cukup berbeda, lugas dan tegas. Awalnya, saya agak terkejut-kejut setiap kali menerima hasil koreksian pekerjaan rumah yang penuh komentar bertinta merah dan bernada keras. Rupanya, dia bilang bahwa kadang kala student perlu diperlakukan demikian sehingga ‘jera’ dan berpikir keras agar tidak mengulangi kesalahannya lagi. Saya pikir, ada benarnya juga. Di akhir sesi, dia tidak memberikan apresiasi terhadap semua siswa yang rajin masuk, bahkan dengan memberikan selembar sertifikat, yang jarang-jarang diberikan oleh penyelenggara kursus semacam ini.
Kebiasaan lain yang menurut saya sangat bagus, khususnya untuk student S3 di sini, adalah dedikasi yang besar terhadap tugas studi. Sebagian besar student Indonesia yang menempuh PhD di UK secara tertib melakukan aktivitas di kampus, mulai pagi hingga petang, atau bahkan malam, persis seperti anak-anak sekolah atau orang yang bekerja dari pagi hingga sore. Kebetulan, sebagian besar kampus menyediakan ‘working space’ atau setidaknya ‘public common room’ sehingga setiap PhD atau research student mendapatkan akses terhadap meja dan computer untuk bekerja.
Dosen atau Professor yang paling mas Wisnu kagumi namanya siapa? Bagaimana karakter orangnya, mudahkah untuk diajak berdiskusi?
Tanpa bermaksud mengecilkan peran dosen-dosen yang lain, saya kira peran dosen pembimbing saya yang ‘terakhir’ sangat besar. Setelah ditinggal pindah oleh pembimbing di akhir tahun ke-3, saya terpaksa ganti pembimbing. Pembimbing baru ini, Prof. Peter Barrett, rupanya seorang yang sangat baik bukan hanya dari sisi akademis, tetapi secara personal dan professional. Meskipun sibuk, tetapi beliau dapat meluangkan waktu untuk berdiskusi panjang dan memberikan saran-saran teknis untuk dapat menyelesaikan tesis tepat waktu dengan baik.
Dosen kedua yang saya cukup kagum yaitu dosen pengajar kursus ‘academic writing’ yang saya sebutkan tadi. Beliau tegas dan keras, tetapi saya merasakan betul peningkatan dalam menulis yang sesuai dengan kaidah EyD, English yang Disempurnakan. Bahkan saya merasa, sebenarnya salah satu kunci sukses dari studi PhD adalah kemampuan menulis yang baik dan benar.
Selain University of Salford (kampus mas Wisnu), kira-kira kampus mana saja yang menawarkan jurusan yang bagus sama seperti jurusannya mas Wisnu, kenapa demikian?
Setahu saya, ada beberapa universitas yang mempunyai reputasi baik di bidang ‘built environment’ yang setara dengan University of Salford. Antara lain, ada Heriot Watt University di Edinburgh, Coventry University, dan Lougborough University. Setidaknya, ada kawan-kawan Indonesia yang menempuh studi di kampus tersebut. Selain itu, ada beberapa yang seperti di University of Nottingham dan Newcastle University, yang cukup ramai student Indonesia.
Kalau orang asli Inggris kan terkenal ramah ya, nah ada nggak sih hal-hal yang dianggap paling nggak sopan bahkan kharam untuk dilakukan di Inggris selain tindak kejahatan? Tapi mungkin terkesan lucu bagi kita.
Memang benar, saya kira memang secara umum orang British sangat sopan. Dua kata yang saya harus belajar dari mereka adalah ‘thank you’ dan ‘sorry’. Itu tercermin bukan hanya dari cara mereka berbicara, melainkan juga dari cara berkendaraan. Saya sering merasa bersalah saat di jalan kadang tidak sadar menyerobot jalan.
Bisakah mas Wisnu menceritakan Pengalaman paling tak terlupakan selama tinggal dan kuliah di Inggris? (Bisa hal menyenangkan, menyebalkan, menggelikan, dll)
Sebenarnya banyak cerita yang menyenangkan atau menyebalkan. Mulai dari perjumpaan dengan kawan-kawan baru, hingga reuni dengan kawan-kawan lama yang kami tidak cukup dekat dulu waktu di Indonesia. Sepertinya, memang sudah menjadi budaya orang Indonesia, senang berkumpul dengan teman-teman, terutama di acara informal. Beberapa kawan di sini kebetulan cukup kompak, munkin karena sama-sama perantau dan minoritas. Ada kelompok pengajian, kelompok olahraga, bahkan ada juga kelompok jalan-jalan atau hiking.
Satu hal yang saya lihat sangat berbeda adalah suasana tempat belanja di UK. Secara umum, suasana shopping centre dan tempat shopping lainnya sangat berbeda dengan di Indonesia yang hiruk pikuk. Di sini cenderung sepi. Toko-toko tutup pukul 6 atau 7 malam. Bahkan, hari Minggu pun banyak toko yang tutup atau buka setengah hari.
3 Nasihat dan tips buat teman-teman Indonesia yang ingin melajutkan studinya ke luar negeri khususnya Inggris?
Sebelum berangkat, persiapan bahasa asing yang baik menjadi salah satu kunci utama. Selain itu, perlu juga dibangun profil professional dan akademis secara sadar. Contohnya, bila akan studi ke luar negeri melalui skema beasiswa, sponsor biasanya akan lebih cenderung memilih calon student yang mempunyai track record aktivitas akademis dan professional yang baik. Hal ini tidak dapat dipersiapkan dalam waktu singkat. Bahkan jika perlu, sudah harus dibangung sejak masih kuliah S1 atau SMU. Misal, dengan aktif terlibat di kegiatan mahasiswa atau kegiatan penelitian dosen. Dalam hal ini, diskusi dengan orang-orang yang sudah pernah studi ke luar negeri akan bermanfaat besar.
Selain itu, persiapan mental juga penting dilakukan. Bagaimana pun, hidup di luar negeri berbeda dengan di Indonesia. Ada yang enak, ada juga yang kurang menyenangkan. Kita harus siap untuk menghadapi apa pun yang terjadi. Apalagi, kita dituntut untuk selalu mandiri. Tidak ada keluarga yang dapat selalu diharapkan untuk membantu.
Karena tidak ada keluarga besar di sini, lingkungan tempat kita tinggal menjadi faktor penting, termasuk kawan-kawan dekat, baik sesama dari Indonesia atau kawan-kawan dari Negara lain. Dalam hal ini, komunikasi dengan kawan-kawan seperti ini menjadi penting. Apalagi, lingkungan kawan-kawan yang membawa energy positif. Hal ini juga menjadi salah satu cara untuk menjaga keseimbangan antara beban studi yang sering kali terasa sangat berat dengan kehidupan pribadi. Walaupun studi merupakan prioritas utama selama di luar negeri, kesehatan jiwa dan raga juga harus diperhatikan.
Itu tadi cerita dari mas Wisnu yang banyak sekali mengandung nasihat-nasihat, informasi yang sangat detail. Nah, kalau kamu mau inspirasi yang lebih banyak lagi, silakan pantau terus berkuliah.com!
Sampai jumpa, salam berkuliah.com!
Narasumber: Wisnu Setiawan, The University of Salford
Reporter: Imam Sultan Assidiq