Sapporo merupakan kota terbesar ke - 5 di Jepang. Sapporo kota dimana Hokkaido University berada merupakan kota yang harmonis dan cantik sep...
Sapporo merupakan kota terbesar ke - 5 di Jepang. Sapporo kota dimana Hokkaido University berada merupakan kota yang harmonis dan cantik sepanjang tahun. Berbeda dengan daerah Jepang lainnya, Sapporo memiliki 4 musim. Ada sakura dan bunga
berwarna warni di musim semi, ada banyak pepohonan hijau di musim panas, warna-warni daun berguguran di musim gugur, dan ada salju halus di
musim dingin. Akses dari
airport kurang dari 40 menit dengan kereta, kemudian dari Sapporo
Station ke kampus kurang dari 10 menit. Akses ke tempat-tempat
pentingpun bisa dijangkau hanya dengan bersepeda beberapa menit. Biaya hidup di Sapporo jauh lebih terjangkau. Sapporo mendapatkan peringkat sebagai kota yang diminati oleh orang
Jepang untuk ditinggali. Meskipun terletak di pusat kota besar, Hokkaido University sangat tenang, dan berada di lingkungan yang sangat nyaman untuk
belajar dan melakukan penelitian. Karena Kondisi yang nyaman tersebut, banyak mahasiswa yang datang ke Sapporo untuk belajar. Salah satunya Jamal, Mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh program master di Hokkaido University. Berikut ceritanya...
Perkenalan
Halo teman-teman Berkuliah.com Namaku Jamal, asalnya dari Malang Jawa Timur. Aku lahir di Malang dan sekolah sampai tingkat SMA di Malang. Sampai akhirnya Aku mencoba peruntungan mendaftar di kampus UGM Jogja.
Aku anak dari keluarga biasa saja. Tidak ada yang spesial. Aku anak keempat dari empat bersaudara dan pada awal-awal kuliah, aku yakin orang tuaku merasa berat untuk membiayai 4 anaknya yang kesemuanya aktif menempuh pendidikan S1. Tentu kalau orang tua tidak akan pernah bilang kepada anak-anaknya kalau mereka harus bekerja kepayahan untuk pendidikan anak-anaknya. Tapi aku berusaha untuk tidak banyak meminta kepada orang tua. Orang tua juga sering menawarkanku sepeda motor, dll, tapi aku menolaknya, meski aku tinggal cukup jauh dari kampus. Aku tahu bagaimana beratnya menanggung 4 orang anak yang kesemuanya kuliah sedangkan mereka hanya guru biasa.
Alasan Memilih Biologi
Saat S1Aku memilih Biologi karena aku suka buku Biologi yang biasanya penuh warna warni, tidak seperti buku Matematika atau Fisika yang penuh rumus. Aku berusaha menyeimbangkan aktivitas akademik dan non akademikku, dari jadi anggota BEM, kelompok studi, jadi asisten di beberapa lab, mengikuti berbagai kepanitian, aktif penelitian dan publikasi ilmiah, dll. Hingga akhirnya aku lulus S1 dan dihadapkan pilihan, bekerja atau kuliah lagi. Berhubung aku bercita-cita jadi Dosen, aku memilih untuk lanjut kuliah S2, tentunya dengan beasiswa dan di luar negeri. Aku juga nggak pernah membayangkan sebelumnya, mendengar cerita banyak orang yang mendaftar beasiswa ke luar negeri, mereka harus mendaftar beberapa kali dan merasakan ditolak berkali-kali hingga akhirnya bisa mendapatkan kesempatan beasiswa. Sedangkan aku beruntung, cukup mendaftar sekali tanpa harus merasakan perjuangan jatuh bangun mendaftar beasiswa. Dan sekarang aku mahasiswa S2 tahun pertama di Hokkaido University, Graduate School of Environmental Science.
Waktu yang Dibutuhkan untuk Daftar Beasiswa
Kalau dari Lulus S1 ke diterima beasiswa Alhamdulillah aku tidak perlu menunggu begitu lama. Aku lulus S1 bulan Agustus 2013, kemudian aku mempersiapkan bahasa inggrisku bulan Oktober 2013, kemudian mendaftar Beasiswa INPEX bulan November, lolos wawancara bulan Desember, Wawancara bulan Januari, dan pengumuman kelulusan akhir Januari. 5 Bulan setelah kelulusan S1 aku dinyatakan menjadi penerima beasiswa INPEX. Tetapi aku harus menunggu 8 bulan hingga bulan september untuk keberangkatan ke Jepang. Selama itu, pihak INPEX membiayai biaya kursus bahasa jepang untuk persiapan sebelum berangkat karena bahasa Jepang sangat penting untuk bisa hidup lebih berwarna di Jepang. Setelah tiba di Jepang, aku masih belum memulai perkuliahan karena pada saat itu aku posisinya sebagai research student, baru setelah 6 bulan menjadi research student, aku mengikuti ujian masuk universitas dan lulus sebagai mahasiswa Master pada bulan April 2015.
Beasiswa INPEX
Aku mendapat beasiswa dari INPEX Scholarship Foundation. INPEX Corporate itu sendiri adalah perusahan minyak yang dimiliki oleh jepang tetapi memiliki banyak sekali kilang minyak di Indonesia. Untuk menjalin hubungan dengan Indonesia, tiap tahunnya INPEX Scholarship membuka peluang untuk 3 orang terpilih untuk berkuliah di Jepang. Alasan memilih beasiswa ini pertama tentu karena aku ingin belajar di Jepang. Kedua, deadline beasiswa ini paling dekat dengan tanggal kelulusan S1, jadi ya aku coba-coba beasiswa ini.
Kendala saat Akan Kuliah ke Jepang
Kalau aku pribadi, tidak merasa ada masalah dengan berkuliah di Hokkaido. Dari segi bahasa, dari INPEX sudah memfasilitasiku untuk belajar bahasa jepang. Tiket PP pun sudah ditanggung dan setibanya di Jepang langsung dijemput dan biaya bulan pertama serta settlement allowance juga langsung diberikan. Bahkan sampai ke Sapporo-pun aku diantar oleh pihak staff INPEX. Jadi hampir tidak ada masalah.
Kalau saat mendaftar beasiswa, kendala yang aku alami tentu bahasa Inggris. Saat lulus S1 skor TOEFLku baru dikisaran 450 yang tentunya tidak cukup sebagai persyaratan mendaftar beasiswa. Dalam waktu 1-2 bulan aku harus menggenjot belajar supaya skor TOEFLku bisa memenuhi persyaratan. Meski pada akhirnya skor yang aku dapat juga masih saja belum mencapai target, aku tetap mencoba mendaftar. Beruntung tanpa melampirkan syarat TOEFL yang resmi, aku bisa lolos ke tahap berikutnya dan pada akhirnya bisa mendapatkan beasiswanya. Sungguh diluar dugaan.
Menuju Hokkaido
Kampus Hokkaido University itu lokasinya di pulau Hokkaido, pulau besar yang berada paling utara Jepang. Karena berada dekat dengan kutub utara, Hokkaido memiliki iklim yang lebih dingin dibandingkan dengan Jepang bagian yang lainnya. Banyak orang yang enggan kuliah di Hokkaido karena suhunya yang dingin, orang bilang seperti kuliah di dalam kulkas raksasa. Tapi menurutku, disinilah sensasi kuliah di luar negeri. Ketika bisa merasakan sesuatu yang berbeda dengan yang pernah kita rasakan di Indonesia. Dan dibandingkan dengan Negara lainnya seperti Rusia, Norwegia, Finlandia, Kanada, Skotlandia dan beberapa Negara lainnya, Hokkaido tidak sebegitu dinginnya. Masih ada Negara lain yang jeuh lebih dingin.
Kalau aksesnya, belum ada direct flight dari Indonesia, biasanya harus transit di Bandara lain sebelum akhirnya mendarat di Sapporo. Semisal transit di Kuala lumpur, Bangkok, Incheon, Taipei, atau di Tokyo.
Kehidupan di Jepang
Kehidupan di Jepang tentu berbeda dengan di Indonesia. Aku tidak bilang kalau kehidupan disini lebih baik dari Indonesia, sama sekali tidak. Aku hanya bilang kalau kehidupan disini berbeda. Terutama tentang ritme kerja yang lebih cepat dan lebih lama dibanding di Indonesia. Tapi beruntung, selama menempuh pendidikan S1 di Biologi UGM, aku terbiasa dengan ritme kerja seperti di Jepang yang padat. Akupun menikmati pola hidup seperti demikian.
Keamanan di Jepang
Kalau dari segi keamanan, Jepang cenderung lebih aman dibandingkan dengan di Indonesia. Bahkan bisa dibilang sangat aman. Secara pribadi aku belum pernah mengalaminya, tetapi aku pernah dengar dari seorang teman yang mencoba dengan sengaja meletakkan kamera di keranjang sepedanya, dan sampai beberapa waktu kemudian, kamera tersebut masih aman berada di keranjang. Pergi keluar malam-malampun tidak jadi masalah. Jadi soal keamanan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Budaya Jepang
Travelling
Selama di Jepang, aku belum banyak travelling, tetapi ada beberapa kota di Hokkaido seperti Hakodate dan Otaru dan beberapa kota di Honshu seperti Tokyo, Nagoya, dan Toyohashi. Kalau Hakodate, kotanya sangat bersejarah, begitu juga dengan Otaru. Kemudian untuk Tokyo, kota megapolitan yang penuh dengan hiruk-pikuk. Nagoya mirip-mirip dengan Sapporo, tetapi tidak sedingin Sapporo dan memiliki tata letak kota yang berbeda, serta Toyohasi kota yang sangat tenang dan sangat cocok untuk orang yang mencari ketenangan.
Nilai Positif Berkuliah di Jepang
Sempat nggak percaya, bagaimana bisa seorang Jamal yang biasa-biasa saja bisa mendapatkan kesempatan luar biasa ini. Saat kuliah S1 saja hampir selalu gagal mendapatkan beasiswa, bukan termasuk kategori mahasiswa yang berprestasi, bahkan sering sekali di-underestimate-kan, tetapi bisa juga sampai ke Jepang. Tetapi setelah sampai di jepang, aku semakin sadar kalau aku masih perlu banyak belajar dan Jepang bukanlah akhir dari tujuan. Studi di jepang hanya salah satu bagian untuk mencapai tujuan itu.
Selain itu, kerja keras juga salah satu nilai yang aku coba tanamkan ke diri sendiri. Aku yakin, kalau dari segi kognitif, aku jauh tertinggal dibawah teman-temanku yang lain, tetapi dengan usaha yang lebih keras, aku bisa membalikkan keadaan. Aku bisa mengejar orang-orang yang jauh lebih pintar melebihiku. Tidak ada yang tidak mungkin bagi orang yang mau berusaha.
Manajemen Waktu
Kalau untuk kuliah sebenarnya tidak terlalu berat, tetapi karena di Jepang kita juga perlu belajar bahasa Jepang agar bisa berkomunikasi dengan orang Jepang dan cukup padatnya penelitian yang dilakukan, hal ini yang kemudian membuat kita sibuk dengan urusan akademik. Untuk itu tentu kita perlu punya manajemen waktu yang baik. Mungkin sedikit berbagi tentang caraku untuk memanajemen waktu.
Mengenai cara belajar, tentu kita punya cara belajar efektif yang berbeda-beda. Dan jujur saya bukan orang yang suka belajar secara klasik, seperti dengan mendengarkan dosen di kelas atau dengan membaca buku per chapter. Aku lebih suka belajar ketika ada kasus nyata. Semisal dengan melakukan penelitian, tentu kita perlu membaca referensi untuk memperkuat rencana penelitian maupun untu mengetahui metode yang tepat. Dengan skimming jurnal satu persatu, aku bisa lebih efektif menyerap ilmu. Selain itu, aku juga lebih suka belajar dengan bertanya. Jadi ketika seseorang menjelaskan sebuah materi, aku tidak berusaha untuk mengingat materi, tetapi berusaha mencari pertanyaan yang dari apa yang diajarkannya.
Motivasi
Perkenalan
Halo teman-teman Berkuliah.com Namaku Jamal, asalnya dari Malang Jawa Timur. Aku lahir di Malang dan sekolah sampai tingkat SMA di Malang. Sampai akhirnya Aku mencoba peruntungan mendaftar di kampus UGM Jogja.
Sebenarnya UGM dulu bukan menjadi salah satu pilihan kuliahku karena dulu aku berfikir hanya orang-orang pintar yang bisa berkuliah disana. Pada saat itu aku berfikir, siswa biasa-biasa sepertiku mana bisa kuliah di kampus besar. Sebenarnya aku hanya ikut-ikutan mendaftar dengan beberapa teman sekelasku dan diluar dugaan, aku lulus ujian seleksi masuk UGM. Akhirnya aku pindah ke Jogjakarta untuk menempuh pendidikan S1 di Biologi UGM.
Aku anak dari keluarga biasa saja. Tidak ada yang spesial. Aku anak keempat dari empat bersaudara dan pada awal-awal kuliah, aku yakin orang tuaku merasa berat untuk membiayai 4 anaknya yang kesemuanya aktif menempuh pendidikan S1. Tentu kalau orang tua tidak akan pernah bilang kepada anak-anaknya kalau mereka harus bekerja kepayahan untuk pendidikan anak-anaknya. Tapi aku berusaha untuk tidak banyak meminta kepada orang tua. Orang tua juga sering menawarkanku sepeda motor, dll, tapi aku menolaknya, meski aku tinggal cukup jauh dari kampus. Aku tahu bagaimana beratnya menanggung 4 orang anak yang kesemuanya kuliah sedangkan mereka hanya guru biasa.
Alasan Memilih Biologi
Saat S1Aku memilih Biologi karena aku suka buku Biologi yang biasanya penuh warna warni, tidak seperti buku Matematika atau Fisika yang penuh rumus. Aku berusaha menyeimbangkan aktivitas akademik dan non akademikku, dari jadi anggota BEM, kelompok studi, jadi asisten di beberapa lab, mengikuti berbagai kepanitian, aktif penelitian dan publikasi ilmiah, dll. Hingga akhirnya aku lulus S1 dan dihadapkan pilihan, bekerja atau kuliah lagi. Berhubung aku bercita-cita jadi Dosen, aku memilih untuk lanjut kuliah S2, tentunya dengan beasiswa dan di luar negeri. Aku juga nggak pernah membayangkan sebelumnya, mendengar cerita banyak orang yang mendaftar beasiswa ke luar negeri, mereka harus mendaftar beberapa kali dan merasakan ditolak berkali-kali hingga akhirnya bisa mendapatkan kesempatan beasiswa. Sedangkan aku beruntung, cukup mendaftar sekali tanpa harus merasakan perjuangan jatuh bangun mendaftar beasiswa. Dan sekarang aku mahasiswa S2 tahun pertama di Hokkaido University, Graduate School of Environmental Science.
Waktu yang Dibutuhkan untuk Daftar Beasiswa
Kalau dari Lulus S1 ke diterima beasiswa Alhamdulillah aku tidak perlu menunggu begitu lama. Aku lulus S1 bulan Agustus 2013, kemudian aku mempersiapkan bahasa inggrisku bulan Oktober 2013, kemudian mendaftar Beasiswa INPEX bulan November, lolos wawancara bulan Desember, Wawancara bulan Januari, dan pengumuman kelulusan akhir Januari. 5 Bulan setelah kelulusan S1 aku dinyatakan menjadi penerima beasiswa INPEX. Tetapi aku harus menunggu 8 bulan hingga bulan september untuk keberangkatan ke Jepang. Selama itu, pihak INPEX membiayai biaya kursus bahasa jepang untuk persiapan sebelum berangkat karena bahasa Jepang sangat penting untuk bisa hidup lebih berwarna di Jepang. Setelah tiba di Jepang, aku masih belum memulai perkuliahan karena pada saat itu aku posisinya sebagai research student, baru setelah 6 bulan menjadi research student, aku mengikuti ujian masuk universitas dan lulus sebagai mahasiswa Master pada bulan April 2015.
Beasiswa INPEX
Aku mendapat beasiswa dari INPEX Scholarship Foundation. INPEX Corporate itu sendiri adalah perusahan minyak yang dimiliki oleh jepang tetapi memiliki banyak sekali kilang minyak di Indonesia. Untuk menjalin hubungan dengan Indonesia, tiap tahunnya INPEX Scholarship membuka peluang untuk 3 orang terpilih untuk berkuliah di Jepang. Alasan memilih beasiswa ini pertama tentu karena aku ingin belajar di Jepang. Kedua, deadline beasiswa ini paling dekat dengan tanggal kelulusan S1, jadi ya aku coba-coba beasiswa ini.
Alasan ketiga, sebenarnya aku tidak peduli dengan fasilitas apa saya yang bisa didapat dari Beasiswa, bagiku cukup dengan kuliah gratis dan biaya hidup ditanggung tanpa harus ada surplusnya. Tapi untuk beasiswa INPEX ini, banyak sekali kelebihannya, dari dibayai kursus bahasa jepang, tiket PP, biaya bulanan yang relatif lebih besar nominalnya dibandingkan dengan beasiswa lainnya, mendapat tunjangan untuk riset atau konferensi, settlement allowance, dan masih banyak lagi.
Kendala saat Akan Kuliah ke Jepang
Kalau aku pribadi, tidak merasa ada masalah dengan berkuliah di Hokkaido. Dari segi bahasa, dari INPEX sudah memfasilitasiku untuk belajar bahasa jepang. Tiket PP pun sudah ditanggung dan setibanya di Jepang langsung dijemput dan biaya bulan pertama serta settlement allowance juga langsung diberikan. Bahkan sampai ke Sapporo-pun aku diantar oleh pihak staff INPEX. Jadi hampir tidak ada masalah.
Kalau saat mendaftar beasiswa, kendala yang aku alami tentu bahasa Inggris. Saat lulus S1 skor TOEFLku baru dikisaran 450 yang tentunya tidak cukup sebagai persyaratan mendaftar beasiswa. Dalam waktu 1-2 bulan aku harus menggenjot belajar supaya skor TOEFLku bisa memenuhi persyaratan. Meski pada akhirnya skor yang aku dapat juga masih saja belum mencapai target, aku tetap mencoba mendaftar. Beruntung tanpa melampirkan syarat TOEFL yang resmi, aku bisa lolos ke tahap berikutnya dan pada akhirnya bisa mendapatkan beasiswanya. Sungguh diluar dugaan.
Kampus Hokkaido University itu lokasinya di pulau Hokkaido, pulau besar yang berada paling utara Jepang. Karena berada dekat dengan kutub utara, Hokkaido memiliki iklim yang lebih dingin dibandingkan dengan Jepang bagian yang lainnya. Banyak orang yang enggan kuliah di Hokkaido karena suhunya yang dingin, orang bilang seperti kuliah di dalam kulkas raksasa. Tapi menurutku, disinilah sensasi kuliah di luar negeri. Ketika bisa merasakan sesuatu yang berbeda dengan yang pernah kita rasakan di Indonesia. Dan dibandingkan dengan Negara lainnya seperti Rusia, Norwegia, Finlandia, Kanada, Skotlandia dan beberapa Negara lainnya, Hokkaido tidak sebegitu dinginnya. Masih ada Negara lain yang jeuh lebih dingin.
Kalau aksesnya, belum ada direct flight dari Indonesia, biasanya harus transit di Bandara lain sebelum akhirnya mendarat di Sapporo. Semisal transit di Kuala lumpur, Bangkok, Incheon, Taipei, atau di Tokyo.
Kehidupan di Jepang
Kehidupan di Jepang tentu berbeda dengan di Indonesia. Aku tidak bilang kalau kehidupan disini lebih baik dari Indonesia, sama sekali tidak. Aku hanya bilang kalau kehidupan disini berbeda. Terutama tentang ritme kerja yang lebih cepat dan lebih lama dibanding di Indonesia. Tapi beruntung, selama menempuh pendidikan S1 di Biologi UGM, aku terbiasa dengan ritme kerja seperti di Jepang yang padat. Akupun menikmati pola hidup seperti demikian.
Selain ritme kerja, tentu musim yang sangat berbeda. Disini ada empat musim yang berbeda. Di musim panas, meski suhu di Hokkaido relatif hangat, tidak sepanas daerah lainnya, matahari terbit pukul 3 pagi dan terbenam jam 8 malam. Sedangkan di musim dingin yang bisa mencapai minus beberapa belas derajad, matahari terbit sekitar jam 6 pagi dan terbenam jam 3 sore.Di 6 bulan pertama, aku tinggal di Asrama Mahasiswa Hokkaido University, tetapi setelah itu aku memutuskan untuk tinggal di apartemen pribadi yang lebih dekat dengan kampus dan dekat dengan masjid. Sejak pertama tiba di Jepang, aku sudah mendapatkan bantuan dari teman-teman Indonesia yang tinggal disini. It was so useful, apalagi untuk orang yang baru datang di negara orang yang memiliki sistem dan bahasa yang berbeda. Aku rasa ini tidak hanya di Sapporo, tetapi dimanapun orang Indonesia berada, ketika tidak ada keluarga yang tinggal bersama, sesama orang Indonesia bisa jadi keluarga kedua.
Pertemanan antar orang Indonesia yang dikenal sangat baik kadang membuat teman-temanku yang berasal dari negara lain kagum. Jadi, bagi siapapun yang keluar negeri, akan sangat baik kalau tetap menjalin hubungan dengan orang Indonesia yang tinggal disana.Di Hokkaido University, ada cukup banyak mahasiswa asing dari berbagai negara, sehingga kesempatan kita untuk berinteraksi dengan mereka juga cukup tinggi. Dengan berinteraksi dengan mereka, selain bisa mengenal budaya mereka, aku juga bisa mengasah kemampuan berbahasa Inggrisku.
Keamanan di Jepang
Kalau dari segi keamanan, Jepang cenderung lebih aman dibandingkan dengan di Indonesia. Bahkan bisa dibilang sangat aman. Secara pribadi aku belum pernah mengalaminya, tetapi aku pernah dengar dari seorang teman yang mencoba dengan sengaja meletakkan kamera di keranjang sepedanya, dan sampai beberapa waktu kemudian, kamera tersebut masih aman berada di keranjang. Pergi keluar malam-malampun tidak jadi masalah. Jadi soal keamanan tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Budaya Jepang
Menurutku sih budaya jepang yang perlu dicontoh adalah kedisiplinan. Aku merasakan kalau secara kemampuan berfikir, orang indonesia tidak kalah dengan orang Jepang, bahkan bisa jadi orang Indonesia lebih cerdas dalam menyelesaikan masalah. Tetapi orang Jepang sangat disiplin dengan apa yang mereka kerjakan. Terutama soal waktu, mereka sangat menjunjung tinggi disiplin waktu.
Travelling
Selama di Jepang, aku belum banyak travelling, tetapi ada beberapa kota di Hokkaido seperti Hakodate dan Otaru dan beberapa kota di Honshu seperti Tokyo, Nagoya, dan Toyohashi. Kalau Hakodate, kotanya sangat bersejarah, begitu juga dengan Otaru. Kemudian untuk Tokyo, kota megapolitan yang penuh dengan hiruk-pikuk. Nagoya mirip-mirip dengan Sapporo, tetapi tidak sedingin Sapporo dan memiliki tata letak kota yang berbeda, serta Toyohasi kota yang sangat tenang dan sangat cocok untuk orang yang mencari ketenangan.
Nilai Positif Berkuliah di Jepang
Sempat nggak percaya, bagaimana bisa seorang Jamal yang biasa-biasa saja bisa mendapatkan kesempatan luar biasa ini. Saat kuliah S1 saja hampir selalu gagal mendapatkan beasiswa, bukan termasuk kategori mahasiswa yang berprestasi, bahkan sering sekali di-underestimate-kan, tetapi bisa juga sampai ke Jepang. Tetapi setelah sampai di jepang, aku semakin sadar kalau aku masih perlu banyak belajar dan Jepang bukanlah akhir dari tujuan. Studi di jepang hanya salah satu bagian untuk mencapai tujuan itu.
Kalau nilai yang sekarang tertanam yang pertama mungkin makin percaya diri. Aku merasa makin yakin bahwa tidak ada yang tidak mungkin. Kalaiu ada keinginan, jangankan kuliah di Hokkaido University, kuliah di kampus terbaik Dunia-pun bukanlah hal yang tidak mungkin. Aku juga makin yakin kalau Indonesia punya anak muda yang luar biasa hebat. Indonesia punya anak muda yang cerdas, punya potensi, dan visioner, yang bahkan banyak tidak dimiliki oleh Jepang.
Selain itu, kerja keras juga salah satu nilai yang aku coba tanamkan ke diri sendiri. Aku yakin, kalau dari segi kognitif, aku jauh tertinggal dibawah teman-temanku yang lain, tetapi dengan usaha yang lebih keras, aku bisa membalikkan keadaan. Aku bisa mengejar orang-orang yang jauh lebih pintar melebihiku. Tidak ada yang tidak mungkin bagi orang yang mau berusaha.
Manajemen Waktu
Kalau untuk kuliah sebenarnya tidak terlalu berat, tetapi karena di Jepang kita juga perlu belajar bahasa Jepang agar bisa berkomunikasi dengan orang Jepang dan cukup padatnya penelitian yang dilakukan, hal ini yang kemudian membuat kita sibuk dengan urusan akademik. Untuk itu tentu kita perlu punya manajemen waktu yang baik. Mungkin sedikit berbagi tentang caraku untuk memanajemen waktu.
Kalau aku pribadi, aku biasa membuat perencanaan. Yang aku lakukan adalah membuat tabel tentang perencanaan perbulan hingga bulan maret 2017, saat dimana aku akan lulus, kemudian juga membuat rencana harian di buku agenda yang ada penjelasan detail tiap jamnya. Kapan aku akan bangun, jam berapa akan mandi, jam berapa akan beres-beres kamar, jam berapa akan berangkat kekampus dan semuanya sudah kupertimbangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan itu semua. Kemudian juga membuat have to do list, target yang harus aku selesaikan tiap pekannya. Sebisa mungkin aku membuatnya sedetil mungkin.Memang nampak sangat sulit, tapi ketika terbiasa, aku kita bisa benar-benar mengontrol waktu. Meski terkadang perencanaan tidak sesuai dengan apa yang terjadi, hal ini tidak menjadi masalah. Yang terpenting adalah usaha untuk melakukan pekerjaan itu dan bagaimana kita bisa memanfaatkan setiap detik waktu dnegan baik.
Mengenai cara belajar, tentu kita punya cara belajar efektif yang berbeda-beda. Dan jujur saya bukan orang yang suka belajar secara klasik, seperti dengan mendengarkan dosen di kelas atau dengan membaca buku per chapter. Aku lebih suka belajar ketika ada kasus nyata. Semisal dengan melakukan penelitian, tentu kita perlu membaca referensi untuk memperkuat rencana penelitian maupun untu mengetahui metode yang tepat. Dengan skimming jurnal satu persatu, aku bisa lebih efektif menyerap ilmu. Selain itu, aku juga lebih suka belajar dengan bertanya. Jadi ketika seseorang menjelaskan sebuah materi, aku tidak berusaha untuk mengingat materi, tetapi berusaha mencari pertanyaan yang dari apa yang diajarkannya.
Motivasi
Berkuliah diluar negeri bukan hal yang tidak mungkin, bagi siapapun kamu, peluang akan selalu ada. Semua orang memiliki peluang yang sama untuk lolos beasiswa. Yang terpenting adalah usaha yang terbaik dan tentunya doa dari orang-orang terdekat, terutama dari orang tua. Every single effort is priceless. Jadi jangan pernah menganggap remeh usaha. Tidak akan pernah ada usaha yang sia-sia. Selama apa yang kita lakukan diniatkan dengan baik, pasti akan mendapatkan hasil yang baik juga.