Ryan Adiel Zulfikar Soripada menjadi salah satu contoh bagi kita untuk tidak boleh menyerah hanya karena satu kegagalan. Sempat gagal mela...
Ryan Adiel Zulfikar Soripada menjadi salah satu contoh bagi kita untuk tidak boleh menyerah hanya karena satu kegagalan. Sempat gagal melanjutkan pendidikan di Jerman, Ryan terus bangkit dan mengejar mimpinya untuk bisa menyelesaikan pendidikan di Jerman. Cowok yang saat ini tengah menempuh kuliah di HafenCity University ini membagikan kisahnya kepada tim Berkuliah.com. Check this out!
You want to know the Big Guy? Check here...
Halo, nama saya Ryan Adiel Zulfikar Soripada. Saya berasal dari Denpasar, Bali. Sekarang saya sedang kuliah di HafenCity University, Hamburg, jurusan Teknik Sipil dan masuk tahun 2014. Sebelumnya sempat kuliah di Technical University Hamburg-Harburg; jurusan teknik mesin selama empat semester dari tahun 2012.
Kuliah di dua tempat? WOW... bagaimana bisa? Mungkin di sini kamu bisa menyimak ceritanya!
Mungkin saya akan menjelaskan awal dulu di Jerman. Saya tiba di Jerman pada tahun 2010 bulan Oktober, kemudian sebagai mahasiswa asing kami harus mengikuti pre-university selama satu tahun. Peraturan di Jerman, yang sangat berbeda dengan Indonesia adalah ketika kita tidak lulus tiga kali dalam satu mata kuliah, walaupun mata kuliah lain mempunyai hasil yang cukup baik, tidak bisa melanjutkan di jurusan tersebut ataupun jurusan lain yang mempunyai mata kuliah dengan bahasan yang sama. Dan unfortunately, itu yang terjadi pada saya. Saya tidak lulus mata kuliah informatika (di teknik mesin) sebanyak tiga kali dan saya tidak bisa melanjutkan di jurusan tersebut. Saat itu saya hampir menyerah kembali ke Indonesia, karena banyak jurusan tidak bisa menerima saya karena kekurangan saya tersebut. Tapi akhirnya saya mendapatkan pilihan untuk kuliah di teknik sipil pada tahun 2014 sampai sekarang. Berat memang, tapi pengalaman dan perjuangannya itu yang benar-benar worth it.
Jadi, kenapa Mas Ryan waktu itu memilih Jerman?
Akademisnya. Jerman termasuk unggul di bidang akademik, penelitiannya, dan teknologi pada khususnya. Salah satunya juga karena inspirasi saya sih, Bapak Habibie. Saya juga ingin mencari pengalaman di luar, kenal dengan kebudayaan luar, dan bisa melihat dunia dari perspektif lain adalah hadiah yang cukup menarik buat saya.
Bisa diceritakan sedikit tentang HafenCity University?
Seperti universitas pada umumnya di Jerman, universitas di sini memiliki kualitas akademik yang sama. Yang membedakan adalah riset-riset yang dilakukan di universitas tersebut. Dan universitas negeri pada umumnya di Jerman juga, universitasnya gratis, walaupun tetap membayar tiket transportasi dalam satu semester. Kalau kampus saya pada khususnya, kampus saya adalah satu-satunya universitas negeri di Jerman yang fokus pada pembangunan dan pengembangan kota. Jadi jurusan yang ada di sini adalah teknik sipil, arsitektur, tata kota, dan geodesi. Lalu HanfenCity adalah bagian kota Hamburg, yang ditujukan sebagai kota ‘modern’ di Hamburg. HafenCity University adalah ‘embodiment’ dari kota modern ini.
Bagaimana sistem perkuliahan yang berlaku di kampus Ryan saat ini? Adakah peraturan yang Ryan rasa unik atau berbeda dengan yang ada di Indonesia?
Mungkin yang tadi saya bilang, jika tidak lulus tiga kali pada satu mata kuliah, tidak bisa melanjutkan di jurusan tersebut atau jurusan lain yang memiliki mata kuliah yang sama. Kuliah bachelor (S1) rata-rata di sini adalah tiga tahun kalau di Indonesia kan empat tahun. Kemudian kedisiplinan di sini sangat ditekankan. Kuliah di sini lebih fokus daripada di Indonesia. Di Indonesia yang dipelajari jauh lebih luas biasanya. Student di sini juga lebih dibiasakan untuk mandiri. Contohnya kalau di Indonesia kan ada dosen wali. Untuk masalah IP, kalau IP di Indonesia 1-4 dan 4 paling tinggi. Kalau di Jerman 1-4 juga tetapi 1 yang paling tinggi. Satu mata kuliah dengan 3 sks kadang diadakan tiga pertemuan. Sedangkan di sini satu pertemuan panjang dengan 5 sks dan tugas yang banyak.
Bisa diceritakan dulu bagaimana proses apply yang dilalui oleh Ryan? Mungkin tentang persiapan apa saja yang saat itu dilakukan.
Yang pertama, ijazah pre-university yang sempat saya sampaikan. Ini diwajibkan khususnya bagi pendaftar bachelor (S1). Kemudian mengisi form pendaftaran online, melalui tiga opsi yang ditentukan oleh masing-masing universitas yaitu langsung melalui universitas tersebut, melalui sebuah website/institusi bernama uni-assist.de, dan melalui sebuah website bernama hochschulstart.de. Kemudian mengirimkan data-data yang diperlukan untuk program bachelor di antaranya adalah ijazah pre-university (studienkolleg), ijazah SMA, surat izin tinggal, CV (jika diperlukan), dan motivation letter (jika diperlukan). Sedangkan untuk program master syaratnya hampir sama seperti program bachelor tetapi ijazah pre-university diganti dengan ijazah dari universitas terdahulu kemudian ditambah sertifikat bahasa Jerman C2 resmi/ TOEFL/IELTS.
Kalau untuk dosen, bagaimana karakter dosen mengajar di kampus Ryan? Lalu siapa dosen yang paling Ryan favoritkan?
Dosen di sini disiplin, tegas, dan dosen di sini tidak bisa dipengaruhi dengan apapun, seperti rasa kasihan atau sejenisnya. Tapi mereka mengajar dengan sangat bagus dan benar-benar menjelaskan secara detail. Dosen favorit saya namanya Prof. Klotz. Cara mengajar beliau sangat enak, jelas, lucu, tetapi serius. Beliau mengajar mekanika statik di kampus saya.
Dimana Ryan tinggal selama kuliah di Jerman dan berapa biaya yang Ryan keluarkan untuk tempat tinggal ini?
Saya tinggal di apartemen di daerah Veddel, Hamburg bersama dengan dua orang Indonesia lainnya. Saya membayar apartemen sebesar 182 euro per bulan. Untuk di Jerman, khususnya di kota saya, Hamburg, itu sudah tergolong murah.
Bagaimana dengan biaya hidup sehari-hari di Kota Hamburg?
Saya menghabiskan uang sebesar, 180 euro untuk tempat tinggal, 50 euro untuk transportasi, 80 euro untuk asuransi, 30 euro untuk telepon, dan 40 euro untuk kebutuhan sehari-hari lainnya. Pengeluaran ini untuk satu bulan jadi selama satu bulan kira-kira saya mengeluarkan 380 euro. Tetapi untuk standarnya, di Hamburg satu bulan pengeluaran sebesar 400-500 euro.
Setelah merasakan tinggal di Jerman, apa pendapat Ryan tentang masyarakat di sana? Bagaimana juga gaya pergaulan di Jerman menurut Ryan?
Masyarakat di sini tertutup. Ketika bukan kita yang memulai pembicaraan maka tidak ada pembicaraan. Harus kita yang memulai. Selain itu masyarakat di sini sangat disiplin. Mereka selalu tepat waktu dan sangat tidak mentolerir keterlambatan. Mungkin itu sebabnya sebagian orang Jerman itu kaku. Bahkan, menurut saya bahasanya pun terlalu monoton. Tetapi, ketika kita sudah masuk di lingkaran mereka, mereka sangat asyik diajak ngobrol. Mereka juga sangat toleran antar agama dan antar adat. Mereka bahkan tertarik untuk belajar. Kemampuan mereka menganalisis sesuatu juga bukan seusatu yang bisa diremehkan.
Kalau untuk pergaulan, di sini gaya pergaulannya seperti di daerah barat lainnya, ya tergolong bebas. Tapi sekali lagi, mereka toleran. Ketika kita tidak mau mengiyakan ajakan yang bertentangan dengan agama atau adat kita, mereka mengerti dan tidak memaksa kita. Tapi sepertinya, untuk masalah disiplin, orang Indonesia perlu belajar dari orang Jerman.
Bagaimana pendapat Ryan soal fasilitas umum yang ada di Jerman?
Fasilitas umum di sini sangat terjaga. Dari transportasi yang rutin bersih dan rapi, jalanan yang bersih, dan sebagainya. Semuanya terawat dengan baik.
Apa pengalaman unik tak terlupakan yang sempat Ryan alami selama tinggal di Jerman?
Duh, apa ya. Saya bingung kalau ditanya seperti ini. Kalau bagi saya sih, seluruh hidup saya di sini pengalaman unik dan tak terlupakan. Karena setiap harinya, bahkan setiap menitnya, saya belajar sesuatu yang baru. Dari yang bersifat sosial sampai akademik. Dari saya belajar untuk mengambil resiko dan bagaimana saya bersosialisasi dengan orang yang berbeda budaya.
Tips dari Mas Ryan buat teman-teman yang ingin kuliah di Jerman!
Kuliah di luar negeri itu gampang tapi susah. Semuanya mudah asal bahasa Jerman bisa, well minimal bahasa Inggris. Itu yang paling penting. Pelajaran lain bisa menyusul, asalkan bahasa bisa dikuasai. Penjelasan di sini sangat jelas, kalau mengerti bahasanya. Mudah kalau sudah research dari awal bagaimana kehidupan di sini. Susah kalau kesini hanya dengan bekal nekat tanpa persiapan apa-apa. Kuliah di luar negeri juga bisa dikatakan baik tapi buruk. Kehidupan di sini sangatlah bagus. Orang-orang yang toleran, disiplin, respect, pendidikan, kerja semuanya lengkap. Tapi itu sama saja bohong jika kita melupakan tujuan pertama kita ke luar negeri yaitu pendidikan. Tergoda gaji atau kebanyakan main, melupakan kuliah, kehilangan ijin tinggal, kembali ke Indonesia. Tidak sedikit yang seperti itu. Jadi tidak bisa kita ke sini dengan menggunakan mental ‘rumahan’. Kuatkan mental dan tekad dari awal, agar bertahan hidup di sini.
Kuliah di Jerman juga murah tapi mahal. Untuk negara dengan pendidikan yang berkualitas top, Jerman tergolong negara yang murah. Kuliahnya gratis! Kadang, bisa saja lebih murah daripada hidup di Jakarta, jika dihitung juga pendapatan di Jerman (walaupun part time) dan di Jakarta. Tapi, jika dirupiahkan, bukan uang yang sedikit. Apalagi banyak yang kesini dibiayai orang tua. Belajar yang benar, agar apa yang orang tua korbankan untuk kita membuahkan hasil, bukan membuahkan bencana. Seperti kata bapak saya, be though and never give up. Semua ada jalan, asal kita berusaha dan berdoa. Ditunggu kehadirannya di sini!
Reporter: Adelina Mayang
Reporter: Adelina Mayang