Tahun 2011, saya lulus SMA (Pesantren), ketika itu saya mencoba untuk mendaftar ke sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia, namun ha...
Tahun 2011, saya lulus SMA (Pesantren), ketika itu saya mencoba untuk
mendaftar ke sejumlah perguruan tinggi negeri di Indonesia, namun
hasilnya "tidak lulus", di tahun itu pula, saya mencoba ikut ujian masuk
ke Universitas Al-Azhar Mesir lewat jalur Kementerian Agama RI, dan
hasilnya pun sama, saya juga "tidak lulus"
Masih di tahun yang sama, saya coba mendaftar ke UIM (Universitas Islam Madinah) melalui jalur daurah dan muqabalah, saat itu saya belum punya paspor, pendaftaran ke UIM saat itu tidak seketat sekarang, yang mana pendaftar harus memiliki paspor sebelum daftar online.
Desember 2011, saya ke Imigrasi Jakarta Pusat untuk membuat paspor, ketika ditanya petugas, buat paspor mau kemana dik? Saya jawab, saya mau umrah, padahal waktu itu saya belum tau kapan umrahnya dan belum tentu diterima di Madinah.
Tahun 2012, saya coba daftar ke IUA (International University of Africa), Sudan, melalui jalur Kementerian Agama, hasilnya tak keluar juga. Saya masih penasaran dengan Al-Azhar, akhirnya saya ikut tes lagi, dari 3200 peserta tahap pertama, saya lulus bersama 600 peserta lainnya, kemudian saya ikut tes tahap kedua, dimana yang lulus hanya 300 peserta, dan Alhamdulillah saya lulus.
Setelah diterima di Al-Azhar Mesir, saya langsung mengirimkan berkas yang dibutuhkan ke Mesir, termasuk Akte Kelahiran saya yang sudah sampai di Cairo. Visa pun sudah saya peroleh dari Kedutaan Mesir di Jakarta, tinggal beli tiket ke Cairo dan berangkat kesana.
Saat hendak membeli kamus bahasa Arab untuk persiapan ke Mesir di bilangan Ciputat, saya mendapatkan info dari kawan, bahwa saya diterima di UIM. Saya langsung cek ke warnet terdekat, dan Alhamdulillah info tersebut benar. Memang pilihan yang sulit, diterima 2 kampus besar sekaligus, Universitas Al-Azhar Cairo dan Universitas Islam Madinah.
Setelah istikharah dan musyawarah dengan keluarga, kami sepakat untuk mengambil Madinah, dan di Madinahlah perjalanan itu dimulai. Beberapa pertimbangan mengambil studi di Madinah, antara lain beasiswa penuh (untuk meringankan beban kedua orang tua) serta kesempatan menunaikan ibadah haji dan umrah. Saya jadi teringat jawaban saya kepada petugas imigrasi tadi, "saya ingin umrah" yang mana Allah kabulkan keinginan saya.
Di tahun 2016 ini, Allah izinkan saya untuk menginjakkan kaki ke Bumi Kinanah, Bumi Para Nabi, serta salah satu Universitas tertua di dunia, Universitas Al-Azhar, tempat 3000 pelajar dari seluruh penjuru tanah air sedang menuntut ilmu. Mesir adalah negeri ke-4 yang saya kunjungi setelah Arab Saudi, Singapura dan Yordania.
Jasad ini sudah berada di tanah air, namun rasanya hati ini masih ada di Bumi Kinanah. Jujur saja, 9 hari di Mesir itu sangat kurang, mungkin butuh sebulan atau dua bulan untuk berkeliling menengok peradaban Negeri Para Nabi ini.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kita, orang tua kita, guru-guru kita, saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita, taufiq, hidayah, keberkahan dunia dan akhirat, Aamiin.
Masih di tahun yang sama, saya coba mendaftar ke UIM (Universitas Islam Madinah) melalui jalur daurah dan muqabalah, saat itu saya belum punya paspor, pendaftaran ke UIM saat itu tidak seketat sekarang, yang mana pendaftar harus memiliki paspor sebelum daftar online.
Desember 2011, saya ke Imigrasi Jakarta Pusat untuk membuat paspor, ketika ditanya petugas, buat paspor mau kemana dik? Saya jawab, saya mau umrah, padahal waktu itu saya belum tau kapan umrahnya dan belum tentu diterima di Madinah.
Tahun 2012, saya coba daftar ke IUA (International University of Africa), Sudan, melalui jalur Kementerian Agama, hasilnya tak keluar juga. Saya masih penasaran dengan Al-Azhar, akhirnya saya ikut tes lagi, dari 3200 peserta tahap pertama, saya lulus bersama 600 peserta lainnya, kemudian saya ikut tes tahap kedua, dimana yang lulus hanya 300 peserta, dan Alhamdulillah saya lulus.
Setelah diterima di Al-Azhar Mesir, saya langsung mengirimkan berkas yang dibutuhkan ke Mesir, termasuk Akte Kelahiran saya yang sudah sampai di Cairo. Visa pun sudah saya peroleh dari Kedutaan Mesir di Jakarta, tinggal beli tiket ke Cairo dan berangkat kesana.
Saat hendak membeli kamus bahasa Arab untuk persiapan ke Mesir di bilangan Ciputat, saya mendapatkan info dari kawan, bahwa saya diterima di UIM. Saya langsung cek ke warnet terdekat, dan Alhamdulillah info tersebut benar. Memang pilihan yang sulit, diterima 2 kampus besar sekaligus, Universitas Al-Azhar Cairo dan Universitas Islam Madinah.
Setelah istikharah dan musyawarah dengan keluarga, kami sepakat untuk mengambil Madinah, dan di Madinahlah perjalanan itu dimulai. Beberapa pertimbangan mengambil studi di Madinah, antara lain beasiswa penuh (untuk meringankan beban kedua orang tua) serta kesempatan menunaikan ibadah haji dan umrah. Saya jadi teringat jawaban saya kepada petugas imigrasi tadi, "saya ingin umrah" yang mana Allah kabulkan keinginan saya.
Di tahun 2016 ini, Allah izinkan saya untuk menginjakkan kaki ke Bumi Kinanah, Bumi Para Nabi, serta salah satu Universitas tertua di dunia, Universitas Al-Azhar, tempat 3000 pelajar dari seluruh penjuru tanah air sedang menuntut ilmu. Mesir adalah negeri ke-4 yang saya kunjungi setelah Arab Saudi, Singapura dan Yordania.
Jasad ini sudah berada di tanah air, namun rasanya hati ini masih ada di Bumi Kinanah. Jujur saja, 9 hari di Mesir itu sangat kurang, mungkin butuh sebulan atau dua bulan untuk berkeliling menengok peradaban Negeri Para Nabi ini.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kita, orang tua kita, guru-guru kita, saudara-saudara kita, sahabat-sahabat kita, taufiq, hidayah, keberkahan dunia dan akhirat, Aamiin.